Thursday, January 31, 2013
Hari ke-16: It's real(ity)
I think Pak Deddy was right. We will have no life this semester. All courses demand us to produce paper, paper, and paper. Although we have been warned from the beginning that MSM students are prepared to be scholars, I didn't thought it would be this tough.
O yeah. Welcome new semester. Welcome sleepless nights.
Work hard, pray hard, (no) play hard.
Work hard, pray hard, (no) play hard.
Wednesday, January 30, 2013
Hari ke-15: Menang-menang
Pernah dengar Prisoner's dilemma? Ceritanya begini. Polisi menangkap dua penjahat, Al dan Bob. Mereka ditahan dalam dua sel terpisah, tanpa bisa berkomunikasi. Dalam saat bersamaan, polisi menanyai Al dan Bob tentang kejahatan yang dituduhkan kepada mereka. Mereka punya dua pilihan: mengaku atau tidak. Nah, di sinilah dilemanya. Kalau salah satu di antaranya keduanya mengaku, tapi yang lainnya tidak mengaku, yang mengaku akan bebas sedangkan yang tidak mengaku akan dipenjara selama 20 tahun. Kalau kedua penjahat mengaku, mereka sama-sama akan dipenjara selama 5 tahun. Kalau kedua penjahat tidak mengaku, keduanya hanya akan dipenjara 1 tahun untuk pelanggaran kepemilikan senjata ilegal.
Menarik, bukan? Apakah Al atau Bob akan memilih untuk egois dan rela mengorbankan temannya? Tapi kalau keduanya berpikir demikian, mereka akan sama-sama ditahan selama 5 tahun. Bagusnya memang Al dan Bob tidak mengaku, tapi itu juga mengandung resiko. Seandainya pihak lain berkhianat (sehingga mengaku), yang tidak mengaku akan menanggung hukuman paling berat.
Prisoner's dilemma adalah contoh yang biasa digunakan untuk menjelaskan game theory. Manusia dianggap sebagai makhluk rasional sehingga dia akan memilih yang paling menguntungkan dirinya, tanpa memedulikan orang lain. Diiming-imingi demikian, orang akan cenderung untuk berkhianat. Padahal sebenarnya, keuntungan lebih besar akan diperoleh bila mereka bekerja sama.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti pernah terjebak dalam persoalan serupa ini. Setiap langkah yang kita akan berbuah dua: keuntungan atau malah berbalik merugikan kita. Bila semua orang mengedepankan keuntungan untuk diri pribadi, bisa jadi malah semuanya akan merugi. Persis seperti Al dan Bob di atas. John Nash dalam Beautiful Mind merevisi perkataan Adam Smith, "Semua orang dalam kelompok bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri." (or something like that hehe..). Ia berpendapat seharusnya ada tambahan, "… dan kelompok." Dengan begitu, semua orang akan mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa perlu menghalangi orang lain.
Win-win solution adalah salah satu jawaban dalam penyelesaian konflik. Dan bisa jadi, itu adalah jawaban yang terbaik. Anggapan bahwa menang-kalah adalah satu-satunya jawaban jelas salah. Kemenangan bisa dimiliki oleh semua pihak.
Bagaimana caranya untuk mencapai win-win solution? Komunikasi! Lebih tepatnya, negosiasi. Namun, perlu dicatat bahwa kunci demi negosiasi yang berhasil adalah kepercayaan. Masing-masing pihak harus mempercayai niat baik lawan. Mempercayai mereka akan mematuhi kesepakatan yang dibuat dan tidak akan berkhianat. Jika tidak, sia-sialah upaya kerja sama yang ingin dibangun. Sekali saja satu pihak ketahuan mengkhianati kesepakatan, sulit sekali membangun kepercayaan terhadap pihak itu lagi. And believe me, betrayal hurts a lot.
Waktu kecil, kita hanya mengenal konsep menang dan kalah. Kita tumbuh dengannya dan menjadi oportunis. Beranjak dewasa, kita belajar bahwa hidup tidak sesederhana itu. Menang-menang bukanlah hal mustahil. Meski kelihatannya ada pihak yang perlu berkorban, menang-menang sejatinya adalah pilihan yang paling menguntungkan bagi kedua belah pihak dan pilihan yang paling stabil.
Kalah bukan berarti mengalah. Mengalah untuk menang.
Siap?
- terinsprirasi dari kuliah pertama Confrontation Analysis tadi siang plus pengalaman pribadi yang belum sempat dituliskan -
Sumber:
Prisoner's dilemma [Gambar dari sini]
- terinsprirasi dari kuliah pertama Confrontation Analysis tadi siang plus pengalaman pribadi yang belum sempat dituliskan -
Sumber:
Prisoner's dilemma [Gambar dari sini]
Tuesday, January 29, 2013
Hari ke-14: Kelakuan ancot
Bagi pengguna setia angkutan kota (angkot -- saya dan teman-teman kadang menyebutnya ancot) seperti saya, pasti paham benar perilaku kendaraan umum ini di jalan. Angkot seakan memiliki bab khusus dalam kitab aturan berkendara yang bahkan jenis kendaraan lain harus mematuhinya tanpa bisa membantah. Apalagi di Bandung, angkot menjadi primadona transportasi publik karena hampir tidak ada bus dalam kota seperti di Jakarta (jalanan di Bandung jelas tidak selebar di Jakarta).
Nah, mungkin karena merasa berkuasa, supir angkot kerap kali bertindak semau gue. Angkot memang bebas berhenti di mana saja, tergantung permintaan penumpang dan calon penumpang. Tapi kebebasan yang diberikan seringnya tidak disertai dengan tanggung jawab. Misalnya, karena ingin menurunkan atau mengambil penumpang, supir angkot memotong jalan tiba-tiba, menyebabkan mobil di belakangnya harus berhenti sejenak untuk memberikan jalan. Belum lagi soal angkot ngetem yang membuat macet lalu lintas.
Seperti tadi pagi, waktu saya berangkat ke kampus. Angkot biru yang saya naiki dengan santainya menyelak dua baris antrian mobil yang sedang menunggu lampu merah di Simpang Dago. Angkot tersebut melaju dari arah kiri (yang diperuntukkan bagi kendaraan yang akan belok kiri) dan berhenti tepat di depan mobil terdepan (dan di atas zebra cross) dengan posisi miring, siap untuk belok kanan. Ckck.. Kelakuan, kelakuan. Bukan itu saja. Setelah lampu hijau menyala, angkot tersebut belok dan berhenti tepat di sudut persimpangan demi menaikkan penumpang. Walhasil, mobil lain yang juga ingin belok jadi terhambat.
Tidak adil rasanya jika saya hanya menyalahkan si supir angkot. Toh, sedikit banyak perilaku penumpanglah yang memicu supir angkot bertindak seenaknya. Selayaknya hukum supply and demand: you ask I give. Hubungan angkot dan penumpang itu resiprokal, bukan satu arah. Kalau sudah tahu, memberhentikan angkot di tempat itu akan membuat macet, jalan sedikit ke tempat yang lebih aman bukan hal yang sulit kan?
Sesungguhnya potensi kezaliman bertebaran di jalan raya. Ukurannya, kalau karena perbuatan kita, orang lain merasa terganggu atau terugikan, itu berarti kita sudah zalim. Dan dalam Islam, zalim itu termasuk perbuatan dosa. Tidak main-main, loh.
Ini berlaku bukan hanya bagi angkot atau kendaaran umum lain, tapi juga bagi pengendara kendaraan pribadi. Bahkan bagi pengguna kendaraan umum (seperti saya) dan pejalan kaki. Di sinilah peran aturan lalu lintas: agar setiap pengguna jalan raya berada pada 'jalurnya'.
Tidak dipungkiri memang, aturan lalu lintas di negeri ini penuh dengan 'negosiasi'. Namun, kalau kita berpikir dalam konteks tanggung jawab kita sebagai makhluk sosial kepada Allah swt, aturan lalu lintas pasti akan otomotis kita patuhi. Tidak perlu menunggu pengawasan polisi supaya tertib. Islam tidak hanya mengurusi hubungan ilahiyah, tapi juga muamalah. Jangan bicara ber-Islam secara kaffah (utuh), jika perilaku kita di jalan raya masih serampangan. Mari mengintrospeksi diri!
[Gambar dari sini]
Monday, January 28, 2013
Hari ke-13: Gula bernama Politik
Duh, gawat. Hari ini saya tidak punya ide apa-apa untuk dijadikan bahan tulisan. Boleh bolos lagi tak? :D
Ya sudah, berhubung sedang heboh berita tentang penangkapan Raffi Ahmad dan 16 orang lainnya karena dugaan pemakaian narkoba, mari bicara tentang itu saja, hoho..
Terlepas dari urusan kaitan obat terlarang dan artis, kehadiran Wanda Hamidah di tempat itu patut dipertanyakan. Di akun Twitternya, @pandji berasumsi bahwa penggerebekan itu pasti terkait dengan urusan persaingan politik. Terlebih karena Raffi Ahmad (katanya) sedang 'dilamar' untuk menjadi bakal caleg dari partai berlambang matahari. Irwansyah yang juga ikut ditangkap diisukan menjadi bakal caleg dari partai yang dipimpin Prabowo Subianto. Ada sosok hitam di balik bayangan sedang tertawa sambil berkata, "Welcome to politics, kids."
Meski kedua partai membantah isu tersebut, sungguh menarik bahwa di negeri ini kehidupan seperti berporos pada politik. Politik dihujani perhatian terus-menerus. Setiap ada isu, media akan membahasnya berhari-hari hingga menjadi topik hangat obrolan di warung kopi. Sampai-sampai masyarakat lupa bahwa urusan di negeri tidak hanya politik. Apa kabar pendidikan, pertanian, pertahanan, kesehatan, teknologi, olah raga, dan bidang lainnya? Memang benar, melalui politik berbagai undang-undang disusun untuk kepentingan bangsa. Tapi tidak perlu diberi perhatian seintensif itu kan? Atau mungkin karena politik di Indonesia memang sebegitu menariknya sehingga layak untuk dijadikan santapan utama media.
Politik di negeri ini dijadikan kendaraan untuk meraih kekuasaan dan kekayaan. Partai politik memanfaatkan artis untuk memikat pemilih. Lagi-lagi demi kekuasaan dan ketenaran. Orang yang benar-benar berniat baik bekerja demi kesejahteraan masyarakat (termasuk beberapa orang artis) tertutupi oleh orang yang bertopeng baik. Maka dari itu tidak heran bila pihak berkepentingan sudah mulai kasak-kusuk untuk Pemilu 2014 yang masih satu tahun lagi.
Padahal tidak ada yang salah dengan politik. (Lagi-lagi menurut Wikipedia) politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Politik itu netral; manusialah yang menjadikannya baik atau buruk. Sayangnya, di negeri ini citra politik terlanjur kotor karena ulah politisi korup yang lebih sering menjadi berita daripada kerja politisi jujur.
Politik seyogyanya digunakan untuk mewujudkan kebaikan bersama, bukan untuk gontok-gontokan meraup pundi-pundi uang untuk mengisi kantong pribadi. Politik juga seharusnya tidak menjadi pusat pergerakan kehidupan bangsa ini. Akan lebih baik bila politik berdampingan dengan bidang lainnya. Dinamika yang terjadi dalam politik tidak perlu sampai mempengaruhi ekonomi, misalnya.
Saya pernah bilang kepada daily supervisor saya dulu saat PM Jepang mundur, padahal baru beberapa bulan menjabat, "Kalau di Indonesia, presiden mundur di tengah masa jabatan seperti di sini, pasti rusuh." Selama 2.5 tahun di sana, saya mengalami dua kali pergantian perdana menteri (berarti tiga orang ya) dan hebatnya sama sekali tidak ada gejolak ekonomi. Masyarakat pun tenang seakan tidak terjadi apa-apa. Keramaian hanya terjadi di ibukota, lantas terhenti di layar kaca.
Sistem politik Indonesia dan Jepang memang berbeda. Saya juga tidak membahas apakah situasi tersebut menunjukkan keapatisan masyarakat Jepang terhadap politik. Yang ingin saya tekankan adalah betapa politik bisa berada sejajar dengan bidang lain. Perhatian untuk politik tidak berlebihan dan mendominasi pembicaraan sehari-hari. Terlalu banyak masalah yang perlu diurus daripada hanya membahas soal politik.
Eh, kenapa saya menceracau soal politik begini? Padahal tadi mengaku tidak punya ide, hihi..
Mungkin inilah dampak dari dibukanya keran demokrasi penanda masa reformasi. Euforia politik. Ah, jangan-jangan karena pengagungan demokrasi sebagai sistem politiklah yang menempatkan politik sedemikian utamanya seperti sekarang. Media pun punya andil dalam hal ini.
Kalau berdasarkan umur manusia sih, demokrasi Indonesia masih di awal masa remaja. Sedang unyu-unyunya. Semoga kelak benar-benar tumbuh dewasa. Jangan sampai jadi remaja abadi. Gawat nanti.
Kalau berdasarkan umur manusia sih, demokrasi Indonesia masih di awal masa remaja. Sedang unyu-unyunya. Semoga kelak benar-benar tumbuh dewasa. Jangan sampai jadi remaja abadi. Gawat nanti.
Sumber:
Sunday, January 27, 2013
Hari ke-12: Edisi rindu Jepang
Melihat animo pengunjung Pameran Pendidikan Jepang yang diselenggarakan di Aula Barat ITB hari ini, jadi teringat masa-masa dulu waktu sedang giat-giatnya mencari informasi tentang sekolah ke luar negeri. Semua brosur dikumpulkan, dibaca dengan seksama, dibolak-balik, disimpan, untuk kemudian dibaca-baca lagi. Setiap ada pameran pendidikan, baik ke Jepang, ke Belanda, ke Australia, saya usahakan datang. Bukan hanya itu, saya juga rajin mencari informasi beasiswa melalui internet. Sekolah ke luar negeri adalah impian saya waktu itu.
Makanya waktu seorang teman yang bermimpi untuk sekolah ke Jepang mengajak saya untuk datang ke pameran hari ini, saya langsung setuju. Kita akan lebih kuat dalam meraih impian jika didukung oleh orang sekitar. Nah, gegara baca-baca brosur universitas yang diberikan, kok, saya jadi ingin ke Jepang lagi ya :p. Terlepas dari pengalaman-pengalaman yang kurang enak, Jepang memang ngangenin. Suasana kotanya, keramahan masyarakatnya, keteraturannya, budayanya, makanannya, bahkan acara tivinya.
Tapi untuk jalan-jalan saja mungkin ya. Kalau untuk sekolah di sana lagi, saya akan berpikir dua tiga kali. Hmm.. Asal tidak lebih dari setahun bolehlah, hehe.. :D.
Saturday, January 26, 2013
Hari ke-11: Be an entrepreneur!
Menurut Daniel McClelland, satu negara akan menjadi makmur bila jumlah wirausahawan (entrepreneur) minimum 2% dari total jumlah penduduk. Itu berarti sekitar 4.4 juta dari 220 juta penduduk Indonesia. Pada kenyataannya hingga 2008 (survei Bank Dunia), wirausahawan Indonesia baru sekitar 1.5%, tertinggal dari negara tetangga Malaysia (4%), Thailand (4.1%), terlebih Singapura (7.2%).
Semangat untuk 'mengompori' munculnya wirausahawan-wirausahawan baru, khususnya kaum muda, inilah yang diusung oleh KM SBM ITB dalam seminar Road to Entrepreneur (Sabtu, 26/1/13). Dimoderasi oleh Adenita (penulis 9 Matahari dan 23 Episentrum), seminar yang bertema 'Buka-bukaan bareng Entrepreneur' ini menampilkan empat pembicara, yakni Henry Eko Sriyantono (pemilik Bakso Malang Kota 'Cak Eko' dan bisnis kuliner lainnya), Indah Paramita (CEO PT. T-Files Indonesia, ketua HIPMI Bandung), Bong Chandra (motivator termuda no.1 di Asia, pengusaha properti dan kuliner, penulis buku), dan Dahlan Iskan (Menteri BUMN, mantan dirut PLN, mantan CEO Jawa Pos). Terbayang kan serunya?
***
Wirausahawan, menurut Cak Eko, adalah orang yang bisa memanfaatkan sumber daya yang ada untuk meraih kesuksesan. Wirausahawan berbeda dengan pedagang. Wirausahawan mampu memberikan manfaat/nilai untuk orang lain, bukan hanya berpikir untuk dirinya sendiri saja.
Mudahnya begini. Jika kita melihat seorang tukang bakso di tahun pertama hanya punya satu gerobak. Di tahun kedua, ia hanya menambahkan terpal. Di tahun ketiga, kondisinya tetap sama. Bisa jadi di tahun kesepuluh, kita kembali ke sana dan menemukan tidak ada yang berubah. Hanya penjualnya yang bertambah tua. Si tukang bakso adalah contoh pedagang, bukan wirausahawan. Tukang bakso yang wirausahawan akan berpikir bagaimana usahanya bertambah besar. Di tahun kedua, dia akan menyewa kios dan menggaji satu karyawan. Di tahun ketiga, jumlah karyawannya menjadi lima orang. Di tahun keempat, dia membuka cabang kedua dan seterusnya. Dengan demikian, makin banyak manfaat yang bisa ia berikan kepada orang lain seiring perkembangan usahanya.
Mitos-mitos negatif, misalnya berbisnis harus ada bakat, harus mendapatkan bimbingan dan pendidikan, atau banyak resiko dapat menghambat seseorang untuk memulai usaha. Di sinilah pentingnya keberanian dan kepercayaan diri untuk membuat langkah pertama. "Maju dulu, pikir belakangan", canda Cak Eko. Nah, untuk meminimalisasi kegagalan, ada beberapa tips yang Cak Eko berikan: (1) harus kuat dalam menjaga impian, (2) mencari tempat curhat/komunitas yang tepat, (3) mulai dari bisnis yang kecil.
Sebagai penutup, ada lima poin pesan Cak Eko bagi (calon-calon) wirausahawan muda. Bermimpilah. Yakinlah bahwa mimpi tersebut bisa terwujud dengan bantuan visualisasi dan afirmasi (doa). Bersabarlah. Bentuklah sistem. Dan yang paling penting, jangan lupa bersedekah.
***
Berbeda dengan Cak Eko yang lulusan Teknik Sipil, tapi berbisnis kuliner, Mita memilih untuk membangun bisnis berbekal ilmu yang ia peroleh di bangku kuliah. Mita, lulusan Oseanografi, bersama timnya memproduksi turbin arus air laut. Inilah yang dikenal dengan istilah technopreneur - technology-entrepreneur. Untuk menyiasati ketiadaan modal awal yang pastinya besar, Mita mengajukan proposal, antara lain ke Dikti dan Bank Mandiri. Mita membuktikan, jika sudah ada niat yang kuat dan semangat yang menyala, jalan apa pun bisa digunakan untuk mendukung langkah awal (asal halal ya :p).
***
Sesi ketiga adalah sesi yang paling heboh dan banyak mengundang tawa 800-an peserta yang memadati ruangan. Apa lagi kalau bukan sesi Pak Dahlan Iskan. Beliau mengawalinya dengan mengatakan bahwa usia 35-36 adalah usia puncak produktivitas. Pada awal usia 20-an, seseorang masih mencari-cari jalan mana yang terbaik. Di usia 27-28, dia sudah tahu akan berjalan ke mana. Kemudian usia 30-35 adalah masa produktif maksimum. Karena itu, jangan sampai terlambat. Memulai bisnis lebih awal itu lebih baik.
Untuk urusan modal, Pak Dahlan mendorong untuk memanfaatkan apa yang kita punya. "Jangan berpikir ada yang akan memberi modal untuk latihan bisnis, kecuali dari orang tua atau (calon) mertua. Punya jam tangan, jual. Punya hp, jual. Mulai bisnis dari yang kecil, misalnya jualan jilbab, jualan pulsa, jualan hp." "Dalam bisnis tidak ada yang salah. Semua benar. Yang salah adalah yang tidak melakukan."
Terkait dengan entrepreneurial leadership, saat pertama kali terjun ke dunia bisnis, semua pasti ditangani sendiri, Dia memimpin dirinya sendiri. Bertahap, pendelegasian terjadi dan persentase kepemimpinan menurun. Jika tinggal 30%, perusahaan sudah memiliki corporate culture sehingga tidak lagi bergantung kepada karakter pemimpinnya.
Dalam bisnis, persaingan antara A dan B, tidak harus berakhir A kalah atau B kalah. Bisa saja C yang kalah. Merk sabun cuci R***o dan S****n bersaing, tapi yang kalah bukan salah satunya, tapi sabun cuci batangan. Terkait persaingan di dunia global, kita harus pandai melihat kebutuhan pihak lain, dibanding kuat-kuatan mengadu otot. Indonesia dan Cina, misalnya. Cina memang bisa membuat barang yang Indonesia tidak bisa buat. Namun sebaliknya, Indonesia menghasilkan buah tropis yang tidak bisa tumbuh di Cina. Jadikan kekurangan lawan sebagai kelebihan kita.
Setiap orang butuh momentum untuk berubah. Bagi Pak Dahlan, momentum itu adalah merantau keluar dari desa. Selain itu, Pak Dahlan juga membahas tentang sakit hati yang justru dapat menjadi sumber motivasi dan kekuatan untuk melakukan apa yang sebelumnya orang lain cemooh. Jangan sampai sakit hati itu malah menurunkan semangat. Jangan biarkan siapa pun merampas dan membunuh mimpi kita. "Lakukan apa yang ingin anda lakukan."
***
Pembicara terakhir adalah Bong Chandra. Bong menekankan pentingnya untuk menjadi master di bidang kita. "Saya tidak takut dengan orang yang belajar 1000 jurus tendangan 1 kali, tapi saya takut dengan orang yang belajar 1 jurus tendangan 1000 kali (Pepatah Cina)". Be very good at what you do.
Belajar dari Steve Jobs, kejutkan konsumen, daripada dengarkan konsumen. Mengapa? Karena konsumen sebenarnya tidak tahu apa yang mereka inginkan sampai kita tunjukkan (apa yang mereka inginkan). "Think out of the box, but execute inside the box.", Bong mengutip perkataan Yoris Sebastian. Boleh berpikir seliar mungkin, asal pewujudannya tetap masuk akal.
Bong bercerita tentang pengalamannya sendiri saat menjalankan bisnis propertinya. Ia kemudian belajar untuk curiga dengan yang murah. Dalam bisnis, tidak ada yang murah atau instan. Kalau ada tawaran demikian, kemungkinan besar ada maksud tersembunyi di baliknya. Be aware!
Begitu ada keinginan untuk memulai bisnis, segeralah bertindak. Penundaan hanya akan menumbuh suburkan keraguan dan kepesimisan. "Bergeraklah lebih cepat dari rasa pesimis Anda.", kata Bong. Sepertinya ini sangat mengena untuk saya *curhat :p*.
Sentuhan emosional sangatlah penting dalam bisnis, tidak hanya produk atau jasa yang kita tawarkan. Bong menyebutnya 'Hightech vs. Hightouch'. Mungkin ini termasuk juga dalam konsep consumer-oriented ya? *malah nanya*
"Menjalankan yang kita sukai adalah berkah. Menjalankan yang tidak kita sukai, tapi lebih baik dari orang lain adalah profesionalisme." - Bong Chandra
***
Seminar ditutup Adenita dengan sebuah kuis berhadiah buku 23 Episentrum. Meski sudah siang, peserta tetap antusias menjawab pertanyaan yang diajukan. Salut.
Begitu banyak ilmu yang didapat dari para pembicara hari ini. Semoga ke depan semakin banyak wirausahawan muda Indonesia yang akan turut memperkuat perekonomian nasional. Aamiin.
Begitu banyak ilmu yang didapat dari para pembicara hari ini. Semoga ke depan semakin banyak wirausahawan muda Indonesia yang akan turut memperkuat perekonomian nasional. Aamiin.
Friday, January 25, 2013
Hari ke-10: {Istimewa} Teladan kita
[Masih dalam rangka Maulid Nabi Muhammad saw 12 Rabiul Awal 1434 H]
Menulis ulang kultwit dari Ustadz Didin Hafidhuddin (@hafidhuddin) pagi ini. Sengaja saya tulis di sini agar mudah saya baca kembali nanti.
"Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS Ali Imron (3):164)
Ayat ini secara jelas menggambarkan bahwa diutusnya Nabi Muhammad saw sebagai Rasulullah adalah nikmat dan karunia yang agung bagi mu'min. Yaitu mereka yang beriman yang ingin mendapatkan kesuksesan dan keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Melalui Rasulullah, orang yang beriman dapat mengetahui ayat-ayat Allah dan aturan-aturan-Nya yang harus dilaksanakan sekaligus yang harus ditinggalkan.
Bahkan orang beriman bukan sekedar mengetahui dan meyakini, tapi sekaligus mampu mempraktekkan aturan Allah tersebut dalam kehidupannya melalui contoh dan suri teladan yang telah diimplementasikan oleh Rasulullah saw dalam kehidupan kesehariannya. Sebagaimana hal ini dipertegas pula oleh firman-Nya dalam QS Al-Ahzab (33): 21.
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
Contoh keteladanan Rasulullah saw mencakup semua bidang kehidupan yang harus dilakukan oleh setiap manusia, seperti ibadah mahdhah (pelaksanaan ibadah kepada Allah swt), maupun muamalah yang mencakup seperti masalah keluarga, bertetangga, perdagangan dan ekonomi, sosial kemasyarakatan, politik dan kekuasaan, seni budaya, hukum dan norma kehidupan, dll. Semua contoh tersebut sangat implementif dan bisa diaplikasikan oleh setiap orang yang beriman yang mau mengikuti sunnah-Nya. Karena memang ajaran Islam itu bersifat komprehensif, universal dan sesuai dengan fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS Ar-Ruum (30): 30)
Juga dalam QS Saba (34): 28.
"Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui."
Karena itu, merupakan suatu keharusan, keniscayaan, dan kebutuhan bagi setiap orang beriman untuk terus-menerus meneladani perilaku Rasulullah saw. Hal tersebut di samping akan membawa kepada keselamatan dan kesuksesan, juga bukti syukur nikmat atas diutusnya Rasulullah saw.
Demikian pula mengikuti sunnahnya adalah bukti dan wujud kecintaan kepada Allah swt yang akan mengundang cinta dan ampunan-Nya.
"Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." (QS Ali Imron (3): 31)
Semangat mengikuti sunnah Rasulullah inilah yang setiap saat harus digelorakan kaum muslimin agar tidak bingung dan gelisah dalam menata hidup. Semoga bangsa kita yang mayoritas kaum muslimin tetap istiqamah dalam mengikuti sunnah Rasulullah saw. Amin.
Allaahumma sholli 'alaa sayyidinaa Muhammad wa 'alaa aalii sayyidinaa Muhammad.
[Gambar dari sini]
Hari ke-10: Heart and Mirror
Potongan hadits berikut mungkin sudah sering kita baca atau dengar.
Ketahuilah, bahwa dalam tubuh terdapat mudghah (segumpal daging), jika ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati. [HR. Bukhari dan Muslim]
Ternyata
Dari Abi Abdillah An Nu’man bin Basyir rhadiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya perkara yang halal telah jelas, dan perkara yang haram pun telah jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang meragukan, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa menjaga dirinya dari perkara yang syubhat, maka ia telah menjaga keselamatan agamanya dan kehormatannya.
Dan barangsiapa yang terjatuh dalam syubhat, berarti ia telah terjerumus dalam perkara yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di dekat daerah terlarang sehingga hewan-hewan itu nyaris merumput di dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja memilliki daerah terlarang. Ketahuilah, bahwa daerah terlarang Allah adalah hal-hal yang diharamkan. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh terdapat mudghah (segumpal daging), jika ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati. [HR. Bukhari dan Muslim]
Ternyata perihal hati baru ada di akhir hadits yang menjelaskan tentang halal dan haram ini. Rasulullah saw mengatakan bahwa perkara halal dan haram sudah jelas, namun di antaranya ada yang perkara syubhat. Jika halal adalah putih dan haram adalah hitam, syubhat adalah abu-abu. Kewaspadaan dan kehati-hatian adalah yang utama. Perkara syubhat dekat kepada yang haram. Membiarkan
Mengapa Rasulullah saw mengaitkan perkara halal dan haram dengan hati?
Ini sebagai isyarat bahwa wajib bagi setiap orang untuk memperhatikan apa yang ada di dalam hatinya, daripada hawa nafsu senantiasa menghembuskan was-wasnya, hingga menjerumuskan ke dalam perkara yang diharamkan dan syubhat.
Thursday, January 24, 2013
Hari ke-9: Heart and Tranquility
Menggoyang dedaunan dan rerumputan perlahan. Tenang.
Gemericik air menambah merdu simfoni orkestra alam. Hening.
Hamparan karpet hijau meneduhkan mata, menyejukkan hati. Damai.
Hadiah dari Yang Maha Indah dan Menyukai Keindahan.
Nikmat yang sering disalahartikan.
Rasa syukur yang terganti ketamakan.
Membuat manusia tercerabut dari akarnya.
Hingga tiba ia merasakan buah perbuatan.
Saat itu terlambat sudah.
(Semestinya) alam mendekatkan manusia kepada Penciptanya.
(Semestinya) alam menyadarkan manusia akan kekerdilannya.
(Seharusnya) alam memanusiakan manusia.
Alam memanusiakan manusia.
Wednesday, January 23, 2013
Hari ke-8: Heart and Persistence
Menulis blog setiap hari secara konsisten itu sulit. Apalagi bagi saya yang sok sibuk, moody, dan pemalas ini. Makanya tidak heran jika 10 hari pertama dari 30 hari yang diwajibkan #30HariBercerita belum sampai, sudah tiga hari saya membolos. Hari pertama, kelelahan sehabis ke lapangan seharian. Hari kedua, tidak bersemangat. Eh, di hari ketiga kuota internet habis. Lengkap.
Padahal setiap hari pasti ada sesuatu untuk diceritakan, meski kecil dan remeh. "何もない日なんてない (Tidak ada hari yang tidak ada (kejadian) apa-apa)", kata Shimamura Tomoko dalam serial drama Legal High. Tinggal bagaimana penulis membuatnya menarik bagi pembaca. Tapi, seandainya tidak menarik pun, tidak masalah. Inilah keistimewaan yang ditawarkan blog pribadi. Tidak ada aturan dan ukuran tertentu yang harus ditaati. Pemilik dapat mengatur blog-nya sesuka hati.
Lack of persistence? Mungkin iya. Mungkin saya kurang gigih dalam memperjuangkan keberlanjutan #30HariBercerita. Mungkin saya terlalu mudah beralasan. Mungkin saya belum sepenuh hati mendedikasikan sedikit waktu setiap hari untuk duduk dan menuliskan apa saja untuk dibagi kepada dunia.
Aah.. Urusan hati memang rumit.
Katanya mau jadi penulis, tapi tantangan #30HariBercerita saja tidak bisa kamu taklukkan, Muti.
*Tarik napas dalam*
Ayo, semangat menulis!
Monday, January 21, 2013
Hari ke-8: Heart and Humbleness
Rendah hati. Meski telah menjadi pengguna setianya sejak masih bocah, baru kemarin saya merasakan kedalaman makna yang ia kandung. Sepertinya para ahli bahasa Indonesia zaman dahulu memahami benar bahwa sifat tersebut memang urusan hati, bukan akal.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan rendah hati sebagai hal (sifat) tidak sombong atau tidak angkuh. Sombong adalah salah satu penyakit hati. Dan seperti penyakit hati yang lain, butuh upaya dari si pemilik hati untuk menjaganya agar senantiasa sehat. Jika sudah terlanjur terjangkit, bukan hal mudah untuk menyembuhkannya.
Di mana-mana, urusan hati tidak mengenal batas sosial. Si kaya bisa tetap rendah hati dengan kelimpahan harta. Sebaliknya, si miskin malah tinggi hati dalam keterbatasannya. Si pandai tetap rendah hati saat si bodoh malah berkoar-koar mengumumkan kependekan akalnya. Jadi
Saturday, January 19, 2013
Hari ke-7: Heart and Smile
Spotted a tweet by @yoseazka retweeted from @ChrisVossBlog.
Everytime you smile at someone, it is an action of love, a gift to that person, a beautiful thing. (Mother Teresa)
I suddenly recalled one episode in an American drama series Lie to Me (highly recommended) where they can differentiate fake smile from the real one by examining micro-expresion. Interested?
![]() |
The red one is the zygomatic major muscle |
According to Wikipedia (though some say you can't rely 100% to this encyclopedia, it IS very useful), it is the zygomatic major muscle that is responsible for our smile. This muscle of facial expression draws the angle of the mouth superiorly and posteriorly, resulted in rise of the corners of the mouth.
So back to our topic, how can we determine real smile?
It turns out that to create true smile the muscle has a partner in crime, the orbicularis oculis muscle. It raises the cheeks and forms crow's feet around the eyes. This type of smile is also called as Duchenne smile, named after French physician Guillaume Duchenne who first recognized the muscles involved in this smile.
Can you guess how fake smile (known as the "Botox smile" or the Pan-Am smile) is created? Yes, only the zygomatic major muscle does the contraction. Voluntarily as form of politeness.
In brief, if someone feels genuinely happy or has positive emotion, the eyes speak along with the smile. To be added, you can feel it when you see it because real smile comes from the heart. And I bet, in an instant, you will smile and feel happy too. Sincerity does resonate, right?
I remember what Muhammad Rasulullah saw said, as reported by Abu Dhar:
"Your smile to your brother is a sadaqah (charitable act) for you. Your commanding the right and forbidding the wrong is sadaqah. Your guiding a man in the land of misguidance is a sadaqah for you. Your seeing (showing the way) for a man with bad eyesight is a sadaqah for you. Your removing a stone or thorn or bone from the road is a sadaqah for you. Your emptying your bucket of water into your brother's (empty) bucket is a sadaqah for you." [Tirmidhi]
Keep this hadith in mind and you'll find harder to fake your smile. I hope (though sometimes fake smiles are somehow needed for courtesy).
Smile :)
PS:
Here are some tips to recognize genuine smile [etiquette-social-situations.knoji.com]:
- Look at the end of eyebrows which dip slightly with real smile. The fold of the skin between the eyebrow and the eyelid also moves downward when a smile is sincere. Likewise, the eyes crease up.
- A fake smile is also less symmetrical than a genuine smile since a forced or voluntarily control of the zygomatic major is not always perfect. Such smile appears to be a bit more left sided or right sided.
- A real smile lasts for only a few seconds while a fake one can last much longer. A fake smile can be held for as long as one wants.
Sources:
Friday, January 18, 2013
Hari ke-6: Heart and Caring
Musibah menyamakan gerak langkah
Hati bersatu untuk peduli
Tenaga dan harta
Serta doa
Saat badai berlalu, berganti pelangi
Semoga peduli tetap di hati
Semoga peduli tidak hanya saat ini
[Gambar dari sini]
Thursday, January 17, 2013
Hari ke-5: Heart and Mind
Ramai tersiar laporan bahwa Jakarta terkepung banjir. Tidak lagi di daerah langganan, tapi juga di pusat bisnis Sudirman Thamrin. Bundaran HI tergenang. TransJakarta berhenti beroperasi. Kemacetan di mana-mana.
Jakarta lumpuh. Bahkan air sudah menyelusup masuk Istana.
Warga harus dievakuasi, bayi hingga lansia. Posko bantuan dan dapur umum sibuk menyuplai kebutuhan para pengungsi. Hati terketuk, kepedulian terusik, tangan terulur. Tak perlu menunggu gerak pemerintah saat masyarakat bisa berdaya.
Semoga bencana ini segera berlalu. Agar terhapus segala derita.
Ataukah sebenarnya ini bukan bencana, melainkan kelalaian manusia?
Sudah terbaca, siklus banjir Jakarta. Jika sikap abai masih dipelihara, perilaku lama masih dijaga, tidak wajarkah alam makin murka? Mungkin warga Jakarta memang mudah lupa.
Lihat tumpukan sampah tersangkut di pintu air itu. Sungai yang mendangkal itu. Bangunan di daerah resapan air itu. Hutan yang terbabat itu. Siapa pelakunya?
Drainase Jakarta peninggalan Belanda. Terlalu kecil katanya. Pasti Belanda tidak menyangka Jakarta akan menjadi rumah bagi hampir 10 juta jiwa. Dan menghidupi lebih banyak di siang harinya. Layaknya semut mencari gula. Jika Jakarta bisa bicara, mungkin ia akan mengeluhkan berat beban di punggungnya.
Jakarta banjir, salah siapa? Banjir bukan murni bencana alam. Ada kontribusi manusia. Apalagi kali ini di Jakarta. Ketidakpedulian manusia menuai hasilnya. Saat alam bicara, di mana lagi ketamakan berada?
Cukuplah banjir ini menjadi yang terakhir. Jadikan ia pelajaran berharga agar tak lagi terjatuh di lubang yang sama. Bersihkan hati, jernihkan akal, wujudkan dengan tindakan. Pribadi dan sosial. Masyarakat dan penguasa.
Bumi adalah nikmat dari Sang Pencipta. Selayaknya dijaga. Karena manusia adalah khalifah. Sejatinya.
[Gambar dari sini]
Tuesday, January 15, 2013
Hari ke-3: Heart and Soul
You know, the moment I thought, "Hey, it would be cool to have a serial post beginning with the word 'heart' for the first 10 days in #30HariBercerita", this song kept resonating in my head.
Heart and soul, so completely
And I love the way you love me
So, I guess, a song for today would be nice, right? After all, I haven't posted any music video after moving to this blog. Hope it'll make your day.
Please enjoy "I Love the Way You Love Me" by Eric Martin
Please enjoy "I Love the Way You Love Me" by Eric Martin
I like the feel of your name on my lips
I like the sound of your sweet gentle kiss
The way that your fingers run through my hair
And how your scent lingers even when you're not there
I like the way your eyes dance when you laugh
And how you enjoy a two hour bath
The way you convince me to dance in the rain
With everyone watching like we were insane
And I love the way you love me
Strong and wild, slow and easy
Heart and soul, so completely
I love the way you love me
I like way that you sing sweet and low
When they're playing our song on the radio
And I like the innocent way that you cry
At old time movies you've seen hundreds of times
But I love the way you love me
Strong and wild, slow and easy
Heart and soul, so completely
I love the way you love me
I could list a million things
That I love to like about you
But they all come down to one reason
I could never live, live without you
Baby, I love the way you love me
Strong and wild, slow and easy
Heart and soul, so completely
I love the way you love me
Oh, baby, I love... the way you love me
Monday, January 14, 2013
Hari ke-2: Heart and Threads of Fate
Sometimes (seems to be) simple things that randomly happen can effect you more than you thought it would.
Just like today.
I was sitting on one of benches in front of Kantin Salman when my friend's husband and their little boy walked towards me without me noticed. Realizing each other presence, we both surprised and said hello. I greeted the shy boy who was instantly hiding behind his father's back. I asked about his wife (who is my friend) and he said she was in Borromeus Hospital (to have some medical check up perhaps. I didn't ask further though. Wish she was there too.) As I watched them walking away, I know somehow I have a place in their heart, so are they in mine, although our life is going in different way and pace.
Our thread interact with other's million times in the web of fate. One only bumps, the other intertwines without knowing when they will separate. Frequency does matter, but I believe it is the heart that actually decides how our thread will connect in the future, despite the initial motive. That's why there are terms such as acquaintances, friends, best friends, colleagues, partner, soul mates, or else. Only us know who belongs to which. What we consider someone as. Where we set them in a locus of the heart.
The funny thing is our thread don't have to physically interact with someone's thread for him to own a place in our heart. Usually it is because of the power of minds, of words, of actions from whom we consider as role model. And in this case, we don't have to be in the same dimension with them. Rasulullah Muhammad saw praised his followers who love him even though they don't have the chance to know him and meet him in person. Love comes from interaction is common, but love comes from faith is exceptional.
Think less, feel more.
Use your heart more than your brain. Or your thread will only end up bumping other's.
[Image is from here]
Sunday, January 13, 2013
Hari ke-1: Heart and Home
- Bismillaah. First post on #30HariBercerita. Hope I can do it continuously for the next 29 days. -
It always feels good to be home. Where your heart is. When you know that your loved ones are (physically) close to you. "There is no place like home" they say.
I used to think home was where my family was. But Sapporo taught me different. A home away from home. It went beyond blood relation, even physical presence. It dealt with the heart.
When hearts connect, relationships begin. As you open your heart more, you'll understand others better. Able to feel what others feel, that's called empathy.
There is no home like home. Yet it's not necessarily your origin. When sky is the limit, you can find home everywhere, as long as you let your heart to. When you feel warmth in your heart, you've found your home.
And I'm glad I've found one here, in Bandung.
[Image is from here]
Subscribe to:
Posts (Atom)
Hello!

Featured Post
Popular Posts
Latest pins
Contact Me
Archive
-
▼
2013
(31)
-
▼
January
(18)
- Hari ke-16: It's real(ity)
- Hari ke-15: Menang-menang
- Hari ke-14: Kelakuan ancot
- Hari ke-13: Gula bernama Politik
- Hari ke-12: Edisi rindu Jepang
- Hari ke-11: Be an entrepreneur!
- Hari ke-10: {Istimewa} Teladan kita
- Hari ke-10: Heart and Mirror
- Hari ke-9: Heart and Tranquility
- Hari ke-8: Heart and Persistence
- Hari ke-8: Heart and Humbleness
- Hari ke-7: Heart and Smile
- Hari ke-6: Heart and Caring
- Hari ke-5: Heart and Mind
- Hari ke-4: Heart and Heart
- Hari ke-3: Heart and Soul
- Hari ke-2: Heart and Threads of Fate
- Hari ke-1: Heart and Home
-
▼
January
(18)