Sunday, November 13, 2022
Usir Bosan dengan Tiga Permainan Sederhana Ini!
Namun, jika bersama anak, tentu ini bukan pilihan yang bijak. Mereka butuh pengalih yang seru. Menggambar, mewarnai, atau membaca buku bisa jadi alternatif, tetapi menurut pengalaman kami, anak-anak hanya bertahan sebentar. Mereka akan mulai kebosanan lagi.
Saat situasi seperti ini, biasanya saya akan mengeluarkan jurus andalan berupa permainan-permainan sederhana. Yang mereka butuhkan sebenarnya adalah kebersamaan dengan (siapa lagi kalau bukan) orang tuanya, kok. Selain mengisi waktu dan mengatasi bosan, ikatan antara anak dan orang tua pun makin erat. Mantap, kan, Mah?
Berikut adalah beberapa permainan yang bisa Mamah coba. Ada yang terinspirasi dari pengalaman masa kecil. Ada pula yang diajarkan oleh anak yang mendapatkannya dari sekolah.
1. ABC lima dasar
Waktu SD saya sering memainkan ini bersama teman-teman. Mungkin Mamah juga familiar dengan permainan ini. Dimulai dengan mengucapkan, "ABC lima da– sar," oleh semua pemain, masing-masing mengeluarkan jari sebanyak yang dimau. Kemudian, pemain menyebutkan abjad sesuai jumlah jari. Jari pertama A, jari kedua B, dan seterusnya hingga seluruh jari selesai ditunjuk. Setelah itu, pemain bergantian menyebutkan nama—yang telah disepakati sebelumnya—dimulai dari abjad yang disebut terakhir tadi. Variasinya beragam, mulai dari nama benda, buah, makanan, binatang, hingga nama negara.2. Sambung ekor
Permainan ini lebih advance, lebih cocok untuk anak SD kelas tiga ke atas sepertinya. Saya pernah coba bermain dengan anak sulung saya yang berusia enam tahun. Dia masih agak bingung menentukan huruf terakhir dari satu kata untuk dijadikan huruf pertama kata berikutnya.Bagaimana cara mainnya? Sebelum mulai, para pemain menyepakati satu kategori tertentu, sama dengan permainan ABC lima dasar. Kemudian, pemain pertama menyebutkan satu kata. Huruf terakhir dari kata tersebut menjadi huruf pertama dari kata yang akan disebutkan oleh pemain kedua. Misalnya, kata pertama adalah ayam, maka kata kedua harus dimulai dengan huruf m: monyet. Begitu seterusnya.
3. Ik zie, ik zie
Saya mengenal permainan ini saat anak sulung saya terpaksa belajar jarak jauh saat pandemi. Ik zie berarti aku melihat. Permainannya sangat mudah, bahkan bisa dimainkan oleh balita sekalipun.Penutup
Ketiga permainan di atas sangat fleksibel untuk dimainkan di mana saja sebab tidak menggunakan alat apa-apa, tanpa modal, plus tidak perlu takut ada yang hilang/tercecer. Ramah dompet dan aman, deh, pokoknya. Orang tua senang, anak riang, bosan pun hilang.Apakah Mamah punya ide permainan sederhana lainnya? Boleh banget untuk berbagi di kolom komentar, ya!
Saturday, August 20, 2022
Di Atas Sungai Rhine
Wednesday, July 20, 2022
Belajar Bukan Cuma di Sekolah
"Enggak ada. Dulu ada di Indonesia." Jawaban saya cukup segitu karena dia tidak bertanya lagi. Namun, kalau sekarang dipikir lagi, seharusnya saya menambahkan, “Tapi, Mama tetap bisa belajar, lo, walau enggak di sekolah,” karena kenyataannya belajar tidak dibatasi oleh umur, pekerjaan, tempat, atau apa pun (well, terkadang dibatasi oleh uang, sih, hahaha)
Setelah beranak tiga tanpa bekerja di ranah publik, apa, sih, yang ingin saya pelajari? Sejujurnya pertanyaan ini membutuhkan kontemplasi yang lama, sampai-sampai saya menunda hingga hari terakhir setoran untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog. Bukan karena tidak ada yang (pernah) dipelajari, tetapi justru kebanyakan hingga keblinger dan kehilangan fokus.
Oke, lah, mari kita bungkus hal-hal di bawah ini sebagai yang ingin saya pelajari. Biar terukur, (ceritanya) saya bagi dua: sepanjang hayat dan lima tahun ke depan.
Sepanjang hayat
Ilmu agama
Kalau dalam hal ilmu agama, tuh, makin dipelajari, makin saya sadar bahwa diri ini masih sangat bodoh. Banyak yang belum saya ketahui. Kalaupun sudah pernah tahu, saya belum menjalankannya dengan sempurna. Yang lebih parah, setelah tahu, malah lupa karena tidak langsung dipraktikkan atau rutin dikerjakan.Ilmu pernikahan dan parenting
Konon katanya cinta antara suami istri harus dirawat. Untuk itu belajar ilmu pernikahan menjadi penting. Kalau bukan kita (istri) yang memahami para suami, siapa lagi coba? Nauzubillah, jangan sampai ada pihak ketiga yang lebih bisa memberikan kenyamanan dan perhatian daripada kita, Mah. #okesipNah, ilmu parenting tidak kalah penting. Saya termasuk aliran yang setuju dengan paham bahwa anak diciptakan dengan perangkat fitrahnya masing-masing, bukan kertas kosong yang bebas kita goreskan tinta di atasnya. Karena itu sebagai orang tua, kami ingin mendampingi anak-anak menemukan versi terbaik dirinya sesuai dengan yang diinstal Allah sebelum mereka lahir.
Lima tahun ke depan
Teknik menyetir mobil (khususnya di Bandung)
Ini, sih, keinginan berkat kebutuhan. Di Belanda saya bisa bersepeda dengan aman dan nyaman. Transportasi umum pun memadai. Di Bandung, melihat pengalaman dulu waktu masih beranak satu, tampaknya nanti bakal sedikit-sedikit panggil Grab atau Gojek kalau tidak bisa berkendara sendiri.Ilmu menjaga kesehatan dan merawat kulit
Mengingat usia yang mendekati 40 tahun, urusan kesehatan makin terasa penting. Menua dengan sehat dan bahagia adalah impian saya. Semoga kelak saya dan suami tidak merepotkan anak-anak karena mengurus kami yang sakit-sakitan.Caranya? Dengan memperhatikan makanan yang sehat, tidur cukup, hindari stres, dan olahraga. Yang terakhir perlu digarisbawahi, deh, karena saya masih m.a.l.a.s berkeringat. Jalan kaki, sih, sering. Semoga itu dihitung berolahraga juga, ya, hehehe.
Selain sehat, menua dengan bersinar juga jadi impian. Niatnya utamanya tentu sama: untuk merawat tubuh yang diberikan (sementara) oleh Allah Swt. Yang kedua, untuk membahagiakan suami, dong, Mah. #ihiy
Ilmu menulis hingga melahirkan buku solo
Minat terhadap dunia kepenulisan mulai menguat sejak aktif di dua subkomunitas ITB Motherhood, yaitu Mamah Gajah Bercerita dan Mamah Gajah Ngeblog dua tahun lalu. Semenjak itu, saya mengikuti beberapa kelas menulis dan edit naskah hingga menghasilkan buku antologi dan punya blog TLD sendiri.Kelas daring di EdX
Sebenarnya saya pernah beberapa kali mengambil kelas di EdX, baik yang self-paced maupun terjadwal. Sayangnya, tidak ada satu pun yang selesai. Tampaknya ketekunan atau komitmen belajar saya nyungsep ditundukkan oleh urusan rumah dan anak-anak.Penutup
Hmm.. ternyata banyak juga yang ingin saya pelajari, ya, hihihi. Terbukti, kan, belajar tidak hanya di sekolah. Justru kehidupan adalah sekolah yang sebenarnya.Thursday, March 17, 2022
Impian yang Terluka
Saturday, January 15, 2022
Mamah Gajah dan Saya
Beratnya jadi mamah gajah
Sebelum pandemi, kamu tidak perlu jadi mahasiswa. staf, atau dosen untuk jalan-jalan keliling kampus (foto: Kampus Gajah). |
Ibu rumah tangga sesungguhnya punya banyak tangan (gambar: Freepik). |
Pergulatan batin seorang mamah gajah
Momen memegang tangan bayi untuk pertama kali adalah momen berharga bagi seorang ibu (foto: Freepik) |
Penerimaan diri sebagai mamah gajah
Menerima diri adalah salah satu kunci kebahagiaan (gambar: Pixabay). |
- Menanamkan dalam hati bahwa peran sebagai ibu (rumah tangga) adalah takdir Allah yang terbaik. Tidak ada ketentuan-Nya yang salah. Seringnya kekeliruan dalam memahami ada pada diri kita sebagai manusia.
- Memandang keluarga sebagai kendaraan yang akan membawa saya ke surga dunia dan akhirat. Menjadi ibu (rumah tangga) adalah bentuk ibadah kepada Allah. Tambahannya, bersyukur! Allah memberikan nikmat berupa keluarga (dengan anak-anak yang sehat) kepada saya.
- Memperbaiki niat sebab niat adalah setengah dari ibadah, lalu sering-sering memeriksa kelurusan niat. Lihat rumah berantakan, anak berantem, plus masih harus masak itu berpotensi membuat uring-uringan. Mamah pasti paham banget, deh. Kalau sudah begitu, pasang mode masa bodo dulu 😂.
- Mendesain ulang impian. Alih-alih merasa kehilangan impian, saya perlu membuat impian baru sesuai dengan peran sekarang. Mungkin istilah lebih tepatnya, "menyelaraskan impian" sebab seharusnya tidak perlu ada kepentingan baik yang dipertentangkan. Make some time for myself. Finding the right balance is the key.
- Mulai sekarang! Ini adalah poin yang paling menohok 😆.
Penutup
Tuesday, November 30, 2021
Tahun 2021-ku
Kami bertanya-tanya kapan kuncitara akan selesai karena setiap mendekati tanggal yang ditetapkan sebagai akhir periode kuncitara, pemerintah mengumumkan perpanjangan. Kuncitara berlangsung dari yang awalnya satu bulan, diperpanjang menjadi dua bulan, lalu diperpanjang lagi menjadi tiga bulan. Kebijakan kuncitara diperlonggar menginjak bulan Maret sampai akhirnya pada bulan Juni pemerintah Belanda tidak lagi membatasi acara kumpul-kumpul. Jarak 1.5 m pun tidak berlaku. Penduduk Belanda bisa menikmati musim panas dengan gembira.
Apakah kisahnya berhenti sampai di situ, happily ever after? Oh, tentu tidak. Saat ini kami kembali berada di masa kuncitara parsial karena angka positif Covid-19 di Belanda meningkat drastis. Semoga saja keadaannya tidak separah di awal tahun.
Menjelang bulan Desember, mari kita kilas balik tahun 2021 dan mengambil pelajaran hidup darinya. Ya saya tahu, memang biasanya orang melakukan itu di bulan terakhir, tetapi demi Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog, saya rela melakukannya lebih awal (uhuk ...). Ini dia lima pelajaran hidup saya tahun ini yang tidak diurutkan berdasarkan waktu kejadian.
01. There's a bright side in everything.
Seperti saya sebutkan di atas, pemerintah menutup sekolah pada awal tahun 2021. Itu artinya semua kegiatan belajar dilakukan di rumah. Pihak sekolah memberikan materi harian yang perlu dipelajari anak dan orang tua tinggal mengikuti instruksinya.Waktu itu baru anak sulung saya sudah bersekolah TK. Seharusnya adiknya mulai masuk kelompok bermain, tetapi tertunda oleh kuncitara. Situasi belajar dari rumah--di sini tidak ada istilah khusus semacam PJJ--membuat saya tahu materi (bahasa dan matematika) yang dipelajari anak sesuai kelasnya. Hal ini tentu lebih sulit saat anak bersekolah normal. Saya hanya menerima hasil berupa prakarya atau lembar kerja setiap periode tertentu. Pada pertemuan orang tua dan guru pun yang dibahas adalah perkembangan kemampuan anak di kelas.
![]() |
(Jadilah ibu yang sabar dalam mendampingi anak saat belajar dari rumah. Foto: gpointstudio di Freepik) |
Walau banyak orang tua mengeluhkan kesulitan mereka mendampingi anak-anak belajar di rumah, hal tersebut tidak melulu negatif, kok. Semua tergantung cara pandang kita. Hal seburuk apa pun, yang membuat tidak nyaman sekali pun, bisa kita ambil sisi positifnya. Justru sikap seperti ini akan membuat hidup kita lebih ringan dan lebih kaya. Benar, ‘nggak?
02. What doesn't kill you makes you stronger.
Di Belanda ada satu toko retail besar (sebut saja “A”) yang menjual aneka barang. Jaringannya luas hingga ke delapan negara Eropa lain. Yang unik adalah walau besar, A tidak memiliki toko daring! Jika membuka situsnya, kita hanya menemukan deretan produk dengan harga masing-masing, tanpa ada pilihan “masukkan ke keranjang belanja”. Di era digital yang serba daring, biasanya pebisnis memasukkan toko daring sebagai salah satu strategi bisnisnya. Kita pun menjadi akrab dengan teriakan “paket!” (ayo, ngaku!).Namun, rupanya serangan negara api di awal tahun membuat A berpikir ulang. Enggak bisa kayak begini terus. Bisa bangkrut kita. Karena termasuk toko nonesensial, A harus tutup selama kuncitara. A yang sebelumnya mengandalkan pembelian luring di toko harus memutar otak dan mengubah strategi bisnisnya agar dapat tetap bertahan.
![]() |
(Jangan terus-menerus merasa terkurung. Siapa tahu sebenarnya ada pemandangan indah di luar sana. Gambar: bedneyimages di Freepik) |
Sepertinya ini adalah hikmah kuncitara bagi A. Dia melihat kesulitan sebagai tantangan dan mampu mengubahnya menjadi kesempatan. Cara berpikir ini tentu berlaku umum, tidak hanya dalam perkara bisnis. Namun, tidak semua orang mau dan mampu melakukannya. Kalau kamu gimana? Masih suka meratapi kesulitan atau memilih untuk membalikkannya jadi peluang?
Tambahan:
Saya termasuk yang senang dengan adanya toko daring A. Berkatnya, kami mendapatkan stroller dengan harga murah, tetapi berkualitas baik, untuk si bayi. Bravo A!
03. Ada rezeki orang lain di dalam rezeki kita.
Dari awal kami menempati sepetak rumah ini pada tahun 2018, sudah ada kebocoran pipa air di toilet kami. Akibatnya setiap kali kami menyiram kloset, pasti ada air yang keluar. Tepat di bawah titik bocor tersebut ada wadah yang ditaruh oleh penghuni sebelumnya. Setelah beberapa waktu berselang titik bocor kedua muncul di pipa wastafel. Anehnya, tidak seperti pipa di toilet, air menetes terus-menerus meski keran sudah ditutup.Kami bukannya tidak pernah melaporkan perihal ini kepada pihak penyewa--kami tidak bisa memperbaiki sendiri karena tinggal di apartemen. Beberapa kali suami saya mengirimkan surel, tetapi responnya lambat sekali. Waktu akhirnya ada seseorang yang datang untuk mengecek kondisi, kami senang dan berharap ada solusi. Sayangnya setelah itu tidak ada tindakan apa-apa, nihil. Dua kali begitu. Sampai pandemi datang, kondisi di toilet dan wastafel masih sama.
Melihat situasi pandemi mereda, pada pertengahan tahun suami saya kembali menghubungi pihak penyewa. Sebelumnya kami tidak menanyakan kelanjutan inspeksi karena enggan ada orang asing masuk ke dalam rumah. Akhirnya ada orang yang datang untuk (lagi-lagi) memeriksa kondisi. Kami tidak mau memasang ekspektasi tinggi agar tidak kecewa seperti dulu.
Tiba-tiba di hari Jumat tiga pekan lalu suami saya mendapat telepon bahwa akan ada perbaikan pipa pada hari Senin pekan depannya. Alhamdulillah! Bye-bye bocor! Tidak hanya pipa yang diganti, tetapi seperangkat kloset dan wastafelnya. Dua-duanya gres.
Saya jadi berpikir apakah ini rezeki kami atau sebenarnya kami hanya terciprat rezeki orang lain?
![]() |
(Count your blessings, not your problems. Gambar: Gordon Johnson di Pixabay) |
Yang mana pun jawabannya, saya jadi menyadari bahwa apa yang kita nikmati bukan selalu murni rezeki kita. Bisa jadi ada rezeki orang lain di dalamnya (contohnya, zakat/sedekah) atau malah kita yang “menumpang” di dalam rezeki orang lain. Ingatlah untuk selalu bersyukur dan bersyukur terus, ya!
04. Temukan potensi dengan belajar hal baru.
Hal baru yang saya lakukan tahun ini memiliki satu benang merah: menulis. Mulanya adalah saat saya bergabung dengan komunitas Mamah Gajah Bercerita (MaGaTa) pada tahun 2020, lalu mencoba mengikuti tantangan menulis pekanan sejak Februari 2021. Pada periode yang sama saya mengambil peluang yang ditawarkan seorang teman untuk mengikuti proyek antologi cerpen anak. Saya banyak belajar, termasuk berkenalan dengan PUEBI dan KBBI.Pada bulan berikutnya saya mengikuti kelas blog. Kalau tidak salah ingat, awalnya saya iseng mengeklik satu tautan akun Instagram di IG Story. Ternyata pemilik akun tersebut membuka berbagai kelas, salah satunya kelas blog. Boleh juga, nih, pikir saya. Biayanya hanya seperdua-puluh dari kelas blog milik narablog asal AS yang saya minati di awal tahun. Keputusan saya mengikuti kelas blog menjadi penyebab blog saya bangkit dari mati suri dan pendorong saya bergabung di MGN.
Meski sudah mengikuti tantangan menulis pekanan di MaGaTa dan bulanan di MGN, saya masih tertarik dengan cerita anak. Mungkin karena di Belanda saya menemui beragam buku cerita anak dengan tema dan alur yang unik dan nyeleneh, mulai dari perceraian orang tua hingga feses binatang. Ha-ha-ha. Karena itu, beberapa kali saya mengikuti webinar dan kelas cerita anak. Ternyata membuat cerita anak itu menyenangkan, lo, meski tidak mudah.
![]() |
(Keluar dari zona nyaman, yuk! Mencoba hal baru itu menyenangkan. lo! Gambar: macrovector di Freepik) |
Dari belajar banyak hal baru saya jadi sadar minat dan potensi saya di bidang tulis-menulis. Seandainya tidak mencoba, belum tentu saya tahu. Kalaupun akhirnya tahu, jalannya akan lebih panjang.
Banyak orang memilih untuk tetap berada di dalam zona nyaman dan enggan belajar hal baru. Saya tidak mengatakan itu salah. Namun, dengan mencobanya kita akan dapat membedakan mana yang kita suka dan tidak suka, mampu dan tidak mampu kerjakan. Lagi pula hal baru akan membuat hidup lebih berwarna. Jadi, hal baru apa yang mau kamu coba tahun depan?
05. Tidak perlu selalu mempertimbangkan pendapat orang lain.
Ini musim dingin ketiga jari-jari tangan dan kaki saya bengkak dan memerah (bahkan sampai biru). Awalnya di bagian buku, lalu merambat ke sendi. Rasanya? Tentu saja nyeri saat disentuh, apa lagi ditekan. Selain itu, saya merasakan sensasi terbakar dan gatal di bagian tersebut. Setelah bertanya kepada Paman Google, ternyata saya terkena chilblains.Chilblains biasanya terjadi di musim dingin sebagai reaksi terhadap udara dingin. Saya tidak mengerti mengapa gejala ini baru muncul pada tiga tahun terakhir, padahal saya sudah pernah merasakan beberapa kali musim dingin (dengan suhu yang lebih rendah). Apakah karena faktor U alias usia? #sensitif
(Kita akan bersinggungan dengan banyak pendapat orang dalam hidup kita. Seberapa jauh kita mau mempertimbangkannya? Gambar: rawpixel.com di freepik.com) |
Saya yakin banyak kondisi yang membuat kita berpikir sebelum mengambil keputusan. Apa pendapat orang lain bila saya melakukan ini? Apakah saya (tetap) akan diterima oleh mereka? Sebaliknya, apakah saya malah akan dihakimi tanpa ditanya alasan saya melakukan ini? Pikiran-pikiran tersebut, jujur, sangat melelahkan. Kita akan hidup untuk menyenangkan orang lain, untuk memenuhi harapan orang lain. Kita takut untuk berbeda, untuk mengambil jalan yang tidak umum.
Berita baiknya, pikiran seperti itu bukan sepenuhnya salah kita, melainkan peran sistem sosial. Layaknya bell curve yang menggambarkan distribusi normal dalam statistik, mayoritas orang berada di area tengah. Hanya sedikit yang berada di ujung kiri atau kanan. Artinya, memang secara alamiah kita akan cenderung mengikuti kebiasaan masyarakat di tempat kita berada. Biarpun begitu, bukan berarti selamanya kita tidak bisa menjadi berbeda, bukan? Nah, pertanyaan berikutnya adalah kapan kita lebih baik mengikuti harapan masyarakat dan kapan kita mempertahankan pilihan kita yang (mungkin) berbeda? Jawabannya boleh ditulis di kolom komentar, ya! He-he-he.
Penutup
Kok, cuma lima pelajaran hidup? Karena tenggat waktu pengumpulan tautan tulisan tinggal 1,5 jam lagi, Saudara-Saudara, padahal daftar yang sudah saya buat masih berderet (ehem ...). Apakah itu artinya perlu ada bagian kedua? Ha-ha-ha.Tidak saya sangka sebelumnya, ternyata peristiwa kecil nan sederhana mengandung hikmah yang bisa dipetik. Itu mengapa perlu refleksi akhir tahun, ya (baru ngeh). Semoga pelajaran yang saya ambil dari peristiwa yang terjadi tahun ini juga menjadi pelajaran bagi para pembaca. Semoga di tahun depan dan tahun-tahun berikutnya kita menjadi semakin bijak dalam berpikir, berbicara, dan bertindak. Aamiin.
Selamat berefleksi diri di akhir tahun!
Sunday, November 14, 2021
Mahalnya Harga Kesehatan
"Pah, rumah yang di ujung jalan dijual?"
"Iya, kan istri pemiliknya sakit berat. Butuh biaya buat berobat kayaknya."
Meski hanya ilustrasi, kita pasti familiar dengan situasi demikian. Setidaknya sekali dalam hidup, kita pernah mendengar seseorang terpaksa melepas sebagian (atau seluruh) hartanya demi membiayai pengobatan penyakit. Kita juga sering mendapat pesan berisi ajakan berdonasi untuk pasien yang sedang membutuhkan biaya perawatan di rumah sakit. Jangan-jangan malah kita sendiri yang memiliki pengalaman mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk berobat, bahkan sekadar untuk konsultasi ke dokter.
Akibat sakit
Berdasarkan kenyataan tersebut, wajar bila muncul ungkapan "Sakit itu mahal!". Benarkah? Mari kita ambil contoh tarif pelayanan rawat inap di dua rumah sakit pemerintah, yakni RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan RS Hasan Sadikin, Bandung yang saya ambil dari situs masing-masing. Untuk kelas III, kelas terendah, keduanya mematok harga di kisaran Rp300 ribu per hari. Ini belum termasuk obat-obatan.![]() |
Biaya rawat inap di RS Cipto Mangunkusumo (sumber: situs web RSCM) |
![]() |
Biaya rawat inap di RS Hasan Sadikin (sumber: situs web RSHS) |
Bagaimana jika yang tertimpa musibah sakit adalah bapak sebagai kepala keluarga? Tentu akibatnya akan lebih dramatis lagi. Nasib satu keluarga menjadi tidak jelas karena kehilangan sumber penghasilan. Akibatnya, baik ibu, maupun anak-anak harus mencari cara untuk bisa bertahan hidup. Efek berikutnya sekolah anak bisa terganggu--bahkan putus di tengah jalan.
Itu baru dari aspek fisik dan materi yang kasat mata. Tak usah berbicara tentang si sakit yang sudah pasti terganggu keseimbangan mentalnya, memiliki anggota keluarga yang sakit juga berpotensi melemahkan mental yang sehat. Mau tidak mau ada perasaan khawatir, sedih, kasihan, takut kehilangan, tidak menerima, dan sebagainya yang mendera anggota keluarga terdekat. Apalagi bila timbul perasaan menyalahkan Tuhan atas takdir sakit yang diberikan, wah, itu berbahaya sekali.
Menjaga kesehatan sebelum sakit
Sayangnya persoalan kesehatan bagi sebagian masyarakat tidak lebih penting daripada urusan perut. Sehat sering baru dianggap bermakna saat sakit. Oh, betapa nikmatnya sehat itu! Begitu sehat, mereka kembali pada kebiasaan lama yang tidak menjaga kesehatan. Ah, manusia memang tempatnya lupa (dan alasan!).Seharusnya dalam hidup kita mengikuti pakem "lebih baik mencegah daripada mengobati", terutama untuk urusan kesehatan. Caranya antara lain dengan makan makanan bergizi seimbang dan cukup, berolahraga, tidur cukup dan teratur, serta tidak merokok dan minum minuman keras. Dengan tubuh yang sehat, kita bisa melakukan kewajiban kita dengan sempurna, juga banyak hal lain yang baik dan bermanfaat. Kita juga bisa membersamai keluarga tanpa hambatan dan keluhan.
Di samping kesehatan fisik, jangan lupa untuk memperhatikan aspek mental sebab kesehatan mental mempengaruhi kesehatan fisik. Bagi muslim, dengan mengingat Allah dalam kondisi apa pun hati akan tenang. Selain itu, kita berusaha membersihkan hati dari berbagai penyakit, mengedepankan prasangka baik, dan menerima takdir dengan hati lapang. Bersosialisasi dan berteman juga penting sebab bagaimanapun kebutuhan sebagai makhluk sosial harus dipenuhi.
Satu lagi, menjaga kesehatan pikiran. Dengan terus menggunakan otak untuk berpikir yang bermanfaat, menambah pengetahuan, berbagi ilmu kita akan terus "hidup". Karena itu, banyak lansia tetap sehat di masa tuanya karena selalu mengasah pikirannya, tidak membiarkannya diam.
Penutup
Sebenarnya menjaga kesehatan itu tidak sesulit yang dibayangkan. Tidak perlu pula makanan mewah atau peralatan mahal. Mulailah dengan langkah kecil setiap hari. Jika memikirkan segala manfaat yang bisa diraih dan kegiatan yang dilakukan dengan tubuh, mental, dan pikiran yang sehat, kita akan lebih mudah untuk berubah menjadi lebih baik.Oleh karena itu, seharusnya ungkapan yang tepat, bukan "Sakit itu mahal!", melainkan "Sehat itu mahal!". Mahal bukan diukur dengan uang, tetapi dengan keberdayaan diri saat sehat. Yuk, kita ubah cara berpikir kita dan mulai jaga kesehatan sejak sekarang!
Sunday, October 31, 2021
Berkomunitas di Tanah Rantau
Kenapa repot mencari definisi? Karena pada kenyataannya, di era digital seperti sekarang komunitas tidak lagi dibatasi oleh wilayah fisik. Kita bisa bergabung di satu komunitas tanpa kesamaan wilayah tempat tinggal, kecuali jika pengertian wilayah sudah sedemikian meluas hingga ke seluruh daratan yang ada di peta. Pengertian komunitas pun bergeser menjadi “kelompok sosial atau sekumpulan orang yang memiliki ketertarikan yang sama” saja, tanpa tambahan “habitat yang sama”.
Tidak hanya itu, perkembangan teknologi juga memungkinkan anggota komunitas untuk hanya berkumpul di ruang virtual, tanpa perlu bertemu fisik. Malah sering kita merasa sangat akrab dengan seseorang padahal hanya mengetahui nama, belum pernah bertemu muka. Syukur jika dia memasang foto profil di Whatsapp. Jika tidak, ya kita hanya bisa menduga dan bermain imajinasi belaka. Saya pernah terkecoh saat mendengarkan rekaman video seorang teman. Suaranya berbeda dengan yang saya bayangkan sebelumnya. Sampai-sampai saya sulit untuk mengubah imajinasi saya sendiri. Aneh, ya?
Kedua poin di atas dimiliki oleh komunitas ITB Motherhood, Mamah Gajah Bercerita, dan Mamah Gajah Ngeblog. Anggotanya tersebar di seluruh dunia dan berbasis grup Facebook atau Whatsapp. Meski demikian, bukan berarti komunitas ini tidak solid, lo. Saya pernah menuangkannya dalam sebuah tulisan. Namun, kali ini saya ingin bercerita tentang komunitas lain yang juga saya cintai, yang justru terbentuk karena kesamaan wilayah tempat tinggal, sesuai pengertian awal tentang “komunitas”.
Keluarga Muslim Delft (KMD) dan Simpul Muslimah Delft
![]() |
Akun Instagram KMD |
![]() |
Acara Salam Delft dihadiri warga KMD. (Sumber: Facebook KMD) |
Tentu semua kegiatan dilaksanakan secara luring sebelum pandemi menyerang. Selama pandemi, kegiatan yang tidak bisa dialihkan ke format daring jadi ditiadakan. Kan sulit bakar-bakaran virtual. Hehehe …. Salat Idulfitri pun diganti menjadi halalbihalal online. Padahal sebelumnya hari raya adalah momen akbar untuk berkumpul. Bukan hanya warga KMD, lo, beberapa muslim dari negara lain turut bergabung untuk salat. Rasa bahagia bercampur dengan haru setiap kali salat hari raya tiba. Bisa mengagungkan nama Allah bersama-sama menjadi suatu kemewahan di negara minoritas muslim seperti Belanda.
![]() |
Acara makan bersama setelah kajian selesai. (Sumber: Facebook KMD) |
Berbekal kebiasaan ini, sudah tiga tahun Simpul Muslimah mengadakan kegiatan berbagi takjil Ramadan yang diberi nama KMD Berbagi. Tidak hanya soal masak, Simpul Muslimah juga memenuhi kebutuhan ibu-ibu dalam mencari ilmu dengan mengadakan tahsin muslimah, kajian khusus akhwat, dan yang paling baru, Instagram live. Selain itu Simpul Muslimah juga menyelenggarakan TPA Tulip dan kegiatan Ramadan untuk anak-anak.
![]() |
Saya berpartisipasi dalam lomba pantun KMD. Sayangnya kurang banyak yang like jadi 'nggak menang, deh. Hehehe .... (Sumber: Instagram KMD) |
Grup liqo muslimah
لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Tidaklah suatu kaum duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali akan dinaungi oleh para Malaikat, diliputi rahmat dan akan turun kepada mereka ketenangan. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan mereka di hadapan para makhluk-Nya yang ada di sisi-Nya.
Tentu saja selama pandemi, pengajian lesehan berubah menjadi pertemuan daring. Ini memungkinkan teman yang sudah kembali ke Indonesia (dan yang kemudian pindah ke negara Eropa lain) masih bisa bergabung. Rupanya di balik segala kesulitan yang ditimbulkan oleh pandemi, ada hikmah tersembunyi bagi sebagian orang.
![]() |
Sesi tadabur ayat menggunakan salindia presentasi |
Yang namanya pengajian, pasti ada makanan. Semangat berbagi sebagaimana di KMD/Simpul Muslimah juga dibawa ke sini. Biasanya masing-masing membawa kudapan atau buah sebagai pengganjal perut sebelum menyantap hidangan makan siang yang disiapkan oleh tuan rumah. Terus terang sistem ini baru untuk saya karena selama di Indonesia, umumnya tamu tinggal datang membawa diri, baik itu di pengajian, acara keluarga, maupun arisan. Tuan rumah menyediakan semua makanan--dan dia juga yang akan bersih-bersih setelah tamu pulang!
Seperti juga kegiatan Salam Delft yang mulai diadakan secara luring, di bulan November ini kami akan kembali bertemu di darat. Meski masih uji coba (sekali luring dan sekali daring), saya sangat menantikan pertemuan tatap muka. Ah, rasanya rindu sekali bisa cipika cipiki, salam, dan bercengkerama dengan para sahabat setelah satu setengah tahun absen. Memang interaksi langsung tak tergantikan, ya.
Rumaisa Sabiila
![]() |
Akun Instagram Rumaisa Sabiila |
![]() |
Kanal YouTube Rumaisa Sabiila |
Di kepengurusan tahun ini saya bergabung di tim media dan dakwah. Walau tidak jauh-jauh dari menyunting dan membuat tulisan, saya ikut belajar soal desain, copywriting, serta social media engagement juga, lo. Ternyata makin diulik, makin seru! Semoga apa yang dipos di media sosial Rumaisa bermanfaat bagi para muslimah di mana pun berada. Langsung follow dan subscribe, ya! #iklanlewat
Penutup
Lantas, dari mana rasa cinta terhadap komunitas muncul? Juga menurut beliau, ini adalah buah dari cara berpikir: kita yang memerlukan komunitas untuk bertumbuh, meningkatkan kualitas peran sebagai perempuan, istri, dan ibu, bukan sebaliknya. Dengan demikian, kita mulai mencintai yang kita perlukan (komunitas) dengan rasa cinta tanpa pamrih, tanpa alasan, tanpa "tapi".
Rasa cinta terhadap KMD/Simpul Muslimah Delft, grup liqo muslimah, dan Rumaisa Sabiila inilah yang membuat saya menuliskannya untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini tentang "Komunitas yang Aku Cintai". Kalau kamu bagaimana? Komunitas apa yang kamu cintai?