Monday, March 5, 2012
Menikahlah Muti :)
1 Maret 2012
"Kak, sekarang udah H-7 ya? Dua puluh... berapa deh? (Hening 1 detik) Dua puluh tujuh ya, Kak. Wah, udah waktunya kawin!"
Mendengar itu saya bagai disambar.. apa ya? Geledek sih terlalu heboh, haha.. :D. Ga sih, ga segitunya.. Cuma kaget aja, tiba-tiba ibu ngomong begitu. Masalahnya ga ada preambulenya dulu, hehe.. :p.
Well yes, March has always been a special month for me. Apalagi tahun ini, setelah 2 tahun melewatkan bulan Maret di tanah rantau, tagihan untuk makan-makan sudah masuk dari bulan lalu, haha.. :D. And for the first time, mom was talking about that topic while mentioning my birthday. Hmm.. ibu mulai khawatir anak gadisnya belum menikah di usia -yang menurut ukuran masyarakat Indonesia (dan ukuran agama)- sudah sangat layak untuk menikah :). Lantas bagaimana dengan si tokoh utama? Apakah juga ikutan dag-dig-dug-duer?
Alhamdulillaah, saya baik-baik saja, hehe.. Sesungguhnya kekhawatiran itu bisa diminimalisasi bila kita yakin bahwa Allah swt menciptakan segala sesuatu berpasangan, termasuk manusia. Kalau jodoh belum dapat di dunia, insyaAllah seorang bidadari/a sudah menunggu kita di surga :). All we have to do is preparing ourselves, increasing our quality in every aspects because God Himself said that good men are for good women and good women are for good men (QS An-Nur: 26). 'Jangan harap mendapat suami seperti Rasulullah saw, kalau Engkau tidak seperti Khadijah r.ha!' atau 'Kalau ingin suami seperti Ali r.a, Engkau harus seperti Fatimah r.ha!'. Begitu pernah saya baca (untuk para pria, berlaku sebaliknya ya). Make sense. Iyalah, masa' mau suami/istri kualitas mahasuper, kita hanya kualitas KW 4. "Ga level lah yaw!", kata anak ABG.
Jodoh ada di tangan Tuhan, kata orang, tapi kalau kita ga ambil, ya ga akan dapat. Well, it's the part of our ikhtiar. Setelah memperbaiki diri secara terus-menerus, tentu harus ada langkah berikutnya. Ibarat burung mau mencari mangsa, dia harus keluar dari sarangnya. Itu adalah usahanya untuk menjemput rizki yang sudah Allah swt siapkan untuknya. Caranya bagaimana? Selamaaa ga mendekati zina, saya kira ga ada masalah. Silakan dipikir sendiri ya, haha.. (sungguh ga solutif :p). Menikah kan ibadah. Nah, syarat ibadah untuk diterima itu ada dua: niat karena Allah swt dan caranya sesuai tuntunan Rasulullah saw. Kalau keduanya ga terpenuhi, ibadah kita bisa cacat. Wew, saya si ga mau. Makanya mencari cara yang se-syar'i mungkin. Mengenai hal ini, silakan mencari rujukan lain di dunia internet nan luas karena pembahasannya bisa memanjang dan melebar kemana-mana nanti (lagi-lagi ga solutif, haha.. :p).
Terus do'a? Of course! Do'a itu senjata kaum mukmin. Do'a bahkan bisa menolak takdir. Sambil berikhtiar, do'a juga harus kencang (intensitasnya ya, bukan suaranya, hihi..). Setelah itu, tinggal menyerahkan hasilnya kepada Allah swt alias tawakkal. Hati kembali pada posisi NOL. Baik atau buruk hasil yang kita peroleh, harus kita terima dengan syukur yang penuh. Dari duluuu rumus ikhtiar + do'a + tawakkal ini sudah saya praktekkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama terkait bombardir ujian waktu zaman kuliah. Alhamdulillah, hati adem terus. Yaa.. paling syok sebentar kalau nilai yang keluar di bawah perkiraan, hehe.. Tapi itu bisa sembuh dengan cepat.
Untuk urusan jodoh, saya menerapkan hal yang sama. InsyaAllah ikhtiar untuk perbaikan diri plus ikhtiar lain (yang belum saatnya diungkap ke media, hoho ;p) diiringi dengan do'a-do'a memohon yang terbaik terus dilakukan. Tinggal membungkusnya dengan tawakkal saja. Semoga Allah swt menjawab dengan cara-Nya yang paling indah pada waktunya :).
I love surprises and for me the future will always be a surprise. I don't know what will happen tomorrow, but I'm sure He has prepared a beautiful surprise for me. I just need to wait a liiiitle bit longer :).
Gambar dari sini.
Friday, March 2, 2012
mencuri karena (terlampau) mencintai
The Man Who Loved Books Too Much: The True Story of a Thief, a Detective, and a World of Literary Obsession by Allison Hoover Bartlett
My rating: 4 of 5 stars
Begitu mencintai buku sampai perlu mencurinya? Hmm.. Bagi saya yang cuma tahu dua cara untuk menikmati buku -membeli dan meminjam-, perbendaharaan cara dalam kamus saya bertambah setelah membaca buku ini. Tentu buku yang dicuri bukan buku ecek-ecek seperti yang ada di lemari buku saya, melainkan buku langka dan antik, bernilai ribuan dolar! Buku edisi pertama dari penulis terkenal yang legendaris (bahkan kalau sudah meninggal bisa lebih mahal), buku berusia ratusan tahun yang dikira sudah musnah, buku bersampul kulit binatang, berhias lukisan tangan. Buku-buku semacam itulah. Melihat seperti apa rupanya saya belum pernah.
Bahwa di dunia ini (dalam hal ini di AS) ada komunitas kolektor buku demikian pun, saya baru tahu. Asosiasi bernama ABAA (Antiquarian Booksellers' Association of America) yang mewadahi para penjual buku antik tiap tahun menggelar pameran sebagai ajang bagi para kolektor untuk memuaskan hasrat akan buku edisi terbatas, bahkan mungkin saja tinggal satu-satunya di dunia.
Bagi yang memiliki uang, tentu membeli buku dengan harga berapa pun tidak masalah. Namun, bagi John Gilkey, hal tersebut adalah sandungan bagi obsesinya untuk mendapatkan buku antik seperti yang dia inginkan. Maka mencuri dengan modus penipuan kartu kredit adalah jalan keluar. Saya pikir semua orang sepakat kalau mencuri adalah perbuatan salah dan melanggar hukum. Gilkey tidak berpikir demikian. Mencuri adalah bentuk protesnya atas ketidakadilan, bahwa hanya orang kaya yang bisa mendapatkan buku-buku langka.
Jangan dipikir kolektor buku langka membaca buku koleksinya. Tidak. Mereka mengoleksi untuk prestise dan semakin mereka masuk lebih dalam, semakin mereka haus untuk memiliki lebih banyak lagi. Gilkey tidak berbeda. Dia ingin membangun imej diri dengan koleksinya. Namun ia melewati batas tipis yang menyebabkan ia menghalalkan pencurian demi memuaskan dahaganya. Agak sakit jiwa menurut saya. Meski dipenjara berkali-kali, tidak kapok juga. Sempat diceritakan dia ingin menjauhi perbuatan melanggar hukum, tapi toh akhirnya tercebur lagi.
***
Membaca buku ini menjawab keinginan saya untuk mencari tema yang 'berbeda'. Buku ini merupakan karya non-fiksi -yang berarti John Gilkey benar-benar tokoh hidup- dari seorang jurnalis wanita setelah melalui riset bertahun-tahun, termasuk wawancara langsung dengan Gilkey. Tambahan-tambahan informasi mengenai dunia buku antik membuka cakrawala saya tentang betapa buku mampu menjadi hasrat hidup seseorang.
Saya diajarkan untuk selalu memperlakukan buku dengan baik dan itu saya pegang sampai sekarang. Namun, itu bukan karena saya mengagungkan fisiknya. Justru saya sudah mendapatkan manfaat dari isinya, maka fisiknya pun harus dipelihara. Yang jelas sih, saya tidak akan mengaku sebagai kolektor buku (meski baru buku ecek-ecek) karena saya baca isinya, bukan sekedar mengumpulkan :).
Subscribe to:
Posts (Atom)