mencuri karena (terlampau) mencintai

The Man Who Loved Books Too Much: The True Story of a Thief, a Detective, and a World of Literary Obsession

My rating: 4 of 5 stars

Begitu mencintai buku sampai perlu mencurinya? Hmm.. Bagi saya yang cuma tahu dua cara untuk menikmati buku -membeli dan meminjam-, perbendaharaan cara dalam kamus saya bertambah setelah membaca buku ini. Tentu buku yang dicuri bukan buku ecek-ecek seperti yang ada di lemari buku saya, melainkan buku langka dan antik, bernilai ribuan dolar! Buku edisi pertama dari penulis terkenal yang legendaris (bahkan kalau sudah meninggal bisa lebih mahal), buku berusia ratusan tahun yang dikira sudah musnah, buku bersampul kulit binatang, berhias lukisan tangan. Buku-buku semacam itulah. Melihat seperti apa rupanya saya belum pernah.

Bahwa di dunia ini (dalam hal ini di AS) ada komunitas kolektor buku demikian pun, saya baru tahu. Asosiasi bernama ABAA (Antiquarian Booksellers' Association of America) yang mewadahi para penjual buku antik tiap tahun menggelar pameran sebagai ajang bagi para kolektor untuk memuaskan hasrat akan buku edisi terbatas, bahkan mungkin saja tinggal satu-satunya di dunia.

Bagi yang memiliki uang, tentu membeli buku dengan harga berapa pun tidak masalah. Namun, bagi John Gilkey, hal tersebut adalah sandungan bagi obsesinya untuk mendapatkan buku antik seperti yang dia inginkan. Maka mencuri dengan modus penipuan kartu kredit adalah jalan keluar. Saya pikir semua orang sepakat kalau mencuri adalah perbuatan salah dan melanggar hukum. Gilkey tidak berpikir demikian. Mencuri adalah bentuk protesnya atas ketidakadilan, bahwa hanya orang kaya yang bisa mendapatkan buku-buku langka.

Jangan dipikir kolektor buku langka membaca buku koleksinya. Tidak. Mereka mengoleksi untuk prestise dan semakin mereka masuk lebih dalam, semakin mereka haus untuk memiliki lebih banyak lagi. Gilkey tidak berbeda. Dia ingin membangun imej diri dengan koleksinya. Namun ia melewati batas tipis yang menyebabkan ia menghalalkan pencurian demi memuaskan dahaganya. Agak sakit jiwa menurut saya. Meski dipenjara berkali-kali, tidak kapok juga. Sempat diceritakan dia ingin menjauhi perbuatan melanggar hukum, tapi toh akhirnya tercebur lagi.

***

Membaca buku ini menjawab keinginan saya untuk mencari tema yang 'berbeda'. Buku ini merupakan karya non-fiksi -yang berarti John Gilkey benar-benar tokoh hidup- dari seorang jurnalis wanita setelah melalui riset bertahun-tahun, termasuk wawancara langsung dengan Gilkey. Tambahan-tambahan informasi mengenai dunia buku antik membuka cakrawala saya tentang betapa buku mampu menjadi hasrat hidup seseorang.

Saya diajarkan untuk selalu memperlakukan buku dengan baik dan itu saya pegang sampai sekarang. Namun, itu bukan karena saya mengagungkan fisiknya. Justru saya sudah mendapatkan manfaat dari isinya, maka fisiknya pun harus dipelihara. Yang jelas sih, saya tidak akan mengaku sebagai kolektor buku (meski baru buku ecek-ecek) karena saya baca isinya, bukan sekedar mengumpulkan :).



Post a Comment

0 Comments