Wednesday, June 30, 2021
Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini: Belajar tentang Keterbukaan dalam Keluarga
Rasanya sudah berabad lamanya saya tidak menonton film. Sebenarnya dulu saya sangat menggemari serial drama Jepang (bukan Korea), tetapi sekarang waktu 24 jam seperti kurang saja. Tahu-tahu hari sudah malam dan badan yang lelah menuntut istirahat. Makanya waktu ulasan film bergenre keluarga atau yang bercerita tentang keluarga (genre bebas) menjadi tema Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog (MGN) bulan ini, saya merasa diuji untuk bisa menyisihkan waktu untuk menonton (untungnya dalam konteks menyenangkan, hehe ...). Percaya atau tidak, saya sampai membeli gift card Netflix, lo. Niat paripurna, haha ....
Di antara jutaan (lebai, tetapi bisa jadi betul) film yang ada di Netflix, sebenarnya saya bimbang antara dua judul, yang satu film Hollywood keluaran baru, satu lagi film Indonesia yang diadaptasi dari serial terkenal era 90-an. Namun, akhirnya pilihan saya berlabuh pada satu film drama keluarga Indonesia keluaran tahun 2020 berjudul "Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini" (NKCTHI). Ternyata, keputusan saya tepat!
![]() |
Satu kalimat sinopsis film NKCTHI versi Netflix |
Sinopsis
Film ini bercerita tentang tiga bersaudara, yakni Angkasa (Rio Dewanto), Aurora (Sheila Dara Aisha), dan Awan (Rachel Amanda) yang hidup bersama dalam keluarga yang tampak bahagia: ayah dan ibu yang perhatian dan mendukung pilihan anak-anaknya serta saudara sekandung yang rukun dan saling menyayangi. Sampai suatu hari Awan mengalami kegagalan pertama ketika dipecat dari pekerjaannya. Ia yang sedang sedih dan kecewa bertemu dengan Kale (Ardhito Pramono), seorang manajer grup band yang kemudian banyak memberikan banyak pengaruh kepada Awan. Kale membuka pikiran Awan tentang patah, bangkit, gagal, takut, kehilangan, juga membuka dunia baru yang belum pernah disinggahi Awan sebelumnya.
Perubahan perilaku Awan lantas memicu ketegangan antara Awan dan ayah Narendra (Donny Damara). Layaknya bom waktu, ketegangan itu akhirnya meledak dan malah menyebabkan perlawanan dari ketiga bersaudara, sekaligus membuka rahasia yang telah disimpan selama 21 tahun. Luka yang timbul setelahnya mengoyak keutuhan keluarga tersebut. Sosok ibu Ajeng (Susan Bachtiar) lalu hadir sebagai pelekat keluarga.
Peristiwa ini menjadi titik balik bagi Narendra untuk mengubah keyakinan dan prinsipnya selama ini sebagai kepala keluarga. Di akhir cerita, Angkasa, Aurora, dan Awan mendapatkan kepercayaan dari Narendra untuk melakukan apa yang mereka cita-citakan selama ini.
Ulasan
Film berdurasi 2 jam 1 menit ini sukes mengaduk emosi saya sebagai penonton. Ide cerita yang tertuang dalam film ini--potret seorang ayah yang menginginkan yang terbaik untuk keluarganya--sangat dekat dengan keseharian kita. Harapan ayah ini diwujudkan dalam perhatian, perlindungan, dan fasilitas yang sayangnya seiring dengan waktu dirasakan berbeda oleh anak-anaknya. Awan si bungsu menganggap ayah terlalu melindungi dan selalu menyediakan jaring pengaman di saat dia gagal. Aurora si tengah merasa kurang berarti di mata ayahnya, bahkan saat dia berprestasi. Angkasa si sulung didoktrin sejak kecil untuk selalu menjaga dan melindungi adik-adik, tanpa pernah ditanya bagaimana perasaannya terhadap hal itu. Ibu yang sepanjang film digambarkan tidak banyak bicara justru adalah orang yang paling kuat dan menjadi penyelamat keutuhan keluarga di akhir cerita.
"Tak pernah terbersit di hati ayah, untuk mengekang kamu, kamu, dan kamu. Ini semata-mata ayah lakukan karena ayah takut kehilangan kalian, anak-anak ayah." --Narendra kepada Angkasa, Aurora, dan Awan saat pertemuan keluarga--
Pesan yang ingin disampaikan oleh film ini sangat dalam menurut saya. Kehangatan sebuah keluarga tidak cukup hanya dibangun dengan kasih sayang dan perhatian. Segala bentuk emosi, sepahit apapun itu, sangat perlu untuk disampaikan dan dibicarakan, bukan malah dihindari atau disembunyikan. Di dalam film ini ayah berusaha membuat keluarganya bahagia dan tidak mengizinkan kesedihan hadir. Alasan inilah yang membuat ayah (dan ibu) merahasiakan kematian saudara kembar Awan saat lahir dari Aurora dan Awan (ups, jadi spoiler, deh). Walaupun Angkasa sudah mengerti saat peristiwa itu terjadi, dia tidak pernah diajak untuk berbicara dari hati ke hati soal perasaannya mengenai kehilangan tersebut. Rahasia ini di kemudian hari menguji hubungan antaranggota keluarga Narendra. Untungnya di film kita bisa membuat resolusi konflik yang positif. Bagaimana jika di dunia nyata, yang terjadi malah sebaliknya? Bisa jadi kehancuran keluarga adalah ujungnya.
"Hidup kita masih panjang. Kita harus punya cara untuk bertahan. Nangis enggak akan ada gunanya. Mereka enggak perlu tahu tentang kesedihan ini. Cukup di kita. Ini kesedihan terakhir di keluarga kita. Ya ...?" --Narendra kepada Ajeng setelah peristiwa kehilangan salah satu bayi kembar mereka--
Yang menarik, waktu tahu film ini diangkat dari sebuah buku dengan judul yang sama karya Marchella FP, saya mengira buku ini adalah novel seperti pada umumnya. Ternyata buku "Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini"--bisa cek akun Instagram @nkcthi juga, lo--berisi kumpulan quotes yang merupakan isi surat dari Awan kepada anak cucunya di masa depan. Quotes ini tersebar di dalam dialog sepanjang cerita. Sutradara sekaligus penulis skenario Angga Dwimas Sasongko bersama Jenny Jusuf dan Melarissa Sjarief berhasil menerjemahkan dan mengembangkan ide buku menjadi cerita yang utuh.
![]() |
Salah satu isi surat dari Awan untuk anaknya di masa depan |
Untuk penonton awam seperti saya, aktor dan aktris dalam film ini berperan sangat baik, bahkan untuk pemeran Angkasa, Aurora, dan Awan muda. Karakter kuat dari setiap tokoh tercermin dari gestur, mimik, dan pengucapan dialog yang sesuai dengan adegan dan emosi yang ingin ditampilkan. Tidak ada ketimpangan, semuanya seimbang dan saling berpadu manis. Tidak heran, film ini didukung oleh deretan aktor dan aktris kawakan yang kemampuan aktingnya tidak diragukan lagi. Oka Antara (Narendra muda) menjadi pemenang kategori pemeran pria pendukung terbaik dan Ardhito Pramono (Kale) memenangkan kategori pendatang baru terfavorit di Indonesian Movie Actors Awards 2020.
Selain ide cerita, unsur yang paling saya sukai dari film produksi Visinema Pictures ini adalah sinematografinya. Sudut pengambilan gambarnya cantik dan variatif. Beberapa adegan juga ditambah dengan pencahayaan yang dramatis. Pantas jika film ini mendapatkan penghargaan Maya Awards tahun 2020 untuk kategori sinematografi terbaik. Selain itu, perpindahan adegan antara masa sekarang dan masa lalu mulus dan tidak dipaksakan menunjukkan kualitas editing yang ciamik. FYI, film ini berlatar belakang tahun 1990-an, 2000-an, dan masa sekarang (2019).
Untuk tata musik, Ardhito Pramono mendapatkan penghargaan sebagai penyanyi lagu jazz kontemporer terbaik di Indonesian Music Awards dan penulis lagu tema terbaik di Indonesian Film Festival tahun 2020 untuk lagu soundtrack "Fine Today". Di antara lagu pendukung lain adalah "Untuk Hati yang Terluka"(Isyana Sarasvati), Rehat (Kunto Aji), dan Lagu Pejalan (Sisir Tanah).
Kalaupun ada poin minus yang perlu disorot dari film ini, mungkin saya akan menyebut wajah pemeran anak-anak dan dewasa yang tidak mirip. Penting enggak ya? Hehe .…
![]() |
Angkasa, Aurora, dan Awan kecil (Sumber: movieden.net) |
Pesan moral
Sebagai orang tua, saya banyak bercermin pada karakter dalam keluarga Narendra.
Ada beberapa pesan moral yang saya tangkap dari film ini:
- Orang tua harus adil terhadap setiap anak. Jangan sampai ada anak yang merasa disisihkan/dikucilkan, walau orang tua tidak bermaksud demikian.
- Anak pertama (apalagi laki-laki) bukan yang harus memikul tanggung jawab terhadap adik-(adiknya). Dia tidak memilih terlahir sebagai anak pertama, 'kan?
- Semua bentuk emosi harus diterima dan dihadapi, bukan dihindari, termasuk kesedihan. Akan lebih baik jika emosi tersebut bisa diungkapkan dan dibicarakan kepada orang lain.
- Jujur, bicara dari hati ke hati itu penting, meski kenyataan yang harus dihadapi sangat getir.
- Anak harus diberi kepercayaan yang sesuai dengan umur dan kapasitasnya.
- Jangan pelit untuk memuji. Kelima tangki cinta anak-anak perlu untuk dipenuhi setiap hari.
- Semua keluarga punya rahasia, jika memang perlu. Namun, persiapkan diri dengan kemungkinan konsekuensinya saat terbuka (dengan sengaja atau tidak).
Kesimpulan
Meski rating-nya hanya 7.5 di IMDb, saya memberi nilai 9/10, sebuah nilai yang saya pikir sangat pantas untuk film yang mendapatkan Golden Goblet Award di Festival Film Internasional Shanghai tahun 2020 ini. Apalagi jika ditonton bersama dengan pasangan (ini rencana saya, hehe ..., semoga bapak suami mau). Makanya, segera masukkan film "Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini" ke dalam daftar film pilihan kalian, ya!
Sumber:
One Day We'll Talk about Today. https://en.wikipedia.org/wiki/One_Day_We%27ll_Talk_About_Today. Diakses tanggal 29 Juni 2021.
Monday, June 28, 2021
Menjadi Pemakmur Bumi dengan Ekonomi Sirkular
Model ekonomi sirkular semakin bergaung akhir-akhir ini untuk menggantikan model lama yang berbentuk linier. Di dalam ekonomi sirkular, alih-alih memakai alur buat-pakai-buang, jalur suatu barang berputar seperti siklus tertutup yakni, buat-pakai-pakai ulang-buat ulang-daur ulang-buat. Hal ini bertujuan untuk mengurangi (bahkan jika bisa, menghilangkan) sampah/limbah dan menggunakan bahan baku secara berkesinambungan.
![]() |
Perbedaan ekonomi linier dan sirkular Sumber: Catherine Weetman - Own work, CC BY-SA 4.0 |
Prinsip ekonomi sirkular
- Refuse and reduce (tolak dan kurangi). Ini adalah langkah pertama. Sebisa mungkin kita menolak memakai produk sekali pakai sedari awal, lalu mengurangi sampah dengan beralih dari produk sekali pakai ke produk yang bisa dipakai berulang, misalnya mengganti sedotan plastik menjadi sedotan silikon/stainless. Dengan memakai produk lebih lama dan lebih intensif, kita juga bisa mengurangi jumlah sampah. Ide tentang sharing (pemakaian bersama) juga merupakan salah satu bentuk mengurangi sampah, contohnya penyewaan mainan anak atau peminjaman buku. Industri yang memegang prinsip reduce akan mengambil sesedikit mungkin bahan baku dari alam dan memilih untuk menggunakan bahan baku hasil daur ulang atau perolehan kembali.
- Reuse (pakai ulang). Prinsip ini berarti menggunakan kembali sampah sesuai fungsi aslinya, misalnya memakai kembali botol plastik bekas sabun/sampo untuk diisi ulang. Konsep pakai ulang juga berlaku pada pengalihfungsian sampah menjadi produk lain yang bisa dipakai, misalnya kantong bekas deterjen menjadi tas, atau sesederhana botol bekas menjadi vas bunga. Selain itu, bisa dengan menyumbangkan barang layak pakai kepada orang lain yang membutuhkan atau malah kita sendiri yang memakai barang seken bekas orang lain.
- Remanufacturing and refurbishing (pembuatan ulang dan perbaikan). Dalam proses pembuatan ulang, produk dibuat kembali dengan mengkombinasikan komponen yang dipakai ulang, diperbaiki, dan baru hingga mencapai spesifikasi sesuai produk aslinya. Bagian yang rusak atau usang diperbaiki atau diganti, begitu juga dengan yang menyebabkan performa menurun atau umur produk berkurang. Produk hasil pembuatan ulang harus memenuhi harapan pelanggan sama seperti terhadap produk baru. Adapun perbaikan berarti proses untuk mengembalikan komponen hingga ke tingkat fungsional dan/atau memuaskan sesuai spesifikasi awal dengan cara pelaburan, pengecatan ulang, dll.
- Recycling (daur ulang). Proses daur ulang bertujuan untuk mendapatkan bahan baku produksi dari sampah/limbah. Bahan yang bisa didaur ulang, antara lain adalah botol kaca, kertas, karton, plastik, dan logam. Dalam kasus botol plastik, melalui proses daur ulang akan diperoleh pelet plastik yang menjadi bahan baku untuk pembuatan produk plastik baru. Daur ulang juga bisa dalam bentuk pengomposan sampah organik seperti sampah dapur dan kebun. Keberhasilan prinsip daur ulang sangat bergantung pada proses pemilahan sampah sebagai input proses daur ulang.
- Recovery (perolehan kembali). Contoh penerapan prinsip ini adalah pada pengolahan air limbah sehingga aman untuk dipakai di sektor lain, di antaranya pertanian, atau dilepaskan kembali ke lingkungan. Melalui penelitian dan didukung teknologi yang memadai, proses pemulihan dapat menjadi sumber material baru untuk menghasilkan suatu produk.
Mengapa perlu ekonomi sirkular?
Ekonomi sirkular berasal dari pemikiran bahwa persediaan sumber daya alam semakin menipis. Di sisi lain, pertambahan penduduk bumi turut andil dalam menambah kerusakan lingkungan akibat pengerukan sumber daya dan pembuangan sampah. Oleh karena itu, berbagai usaha dilakukan untuk menciptakan hidup berkelanjutan demi masa depan anak cucu.
Terlebih lagi sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita menyadari salah satu tugas manusia adalah sebagai pemimpin yang memakmurkan bumi. Bagaimana? Yakni dengan cara memanfaatkan apa yang tumbuh di bumi untuk kelangsungan hidup dan mengelolanya dengan penuh tanggung jawab. Jangan sampai kita menjadi "orang yang merusak dan menumpahkan darah" seperti yang dipertanyakan oleh malaikat saat Allah Swt. hendak menjadikan khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 30).
Sebagai penutup dari seri lingkungan hidup di bulan Juni, saya ingin mengutip QS. Al-A'raf 7: Ayat 56.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَ رْضِ بَعْدَ اِصْلَا حِهَا وَا دْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًا ۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan."
Mari bersama-sama menyelamatkan bumi dari kerusakan agar rahmat dan berkah Allah Swt. senantiasa melingkupi kita semua.
Monday, June 21, 2021
Air Limbah, Bagaimanakah Nasibmu?
Kita semua menggunakan air dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu di level rumah tangga, hingga level industri. Pernahkah kamu berpikir ke mana air bekas pakai itu mengalir? Di Indonesia seringkali kita melihat air limbah dari rumah atau pabrik mengalir bebas masuk ke selokan terbuka. Bukan mustahil, air tersebut turut membawa busa sabun, bahkan pewarna kain seperti air limbah pabrik tekstil di dekat sekolah saya dulu. Setelah dari situ, ke mana lagi? Kemungkinan besar dia akan mengalir ke sungai (dengan catatan tidak ada selokan yang tersumbat oleh sampah). Bisa kita bayangkan efek kerusakan yang ditimbulkan terhadap kualitas air dan ekosistem sungai.
Nah, selama di Belanda saya tidak menemukan selokan terbuka, baik di jalan besar maupun di daerah perumahan. Lantas, ke mana air limbah mengalir?
Semua air limbah rumah tangga mengalir melalui sistem perpipaan--panjangnya 90.000 km untuk seluruh Belanda--ke pabrik pengolahan air limbah (waste water treatment plant/wwtp). Di pabrik, air limbah diolah dan diberi perlakuan. Air limbah dari industri juga mengalir melalui pipa yang sama, setelah diberi perlakuan awal oleh perusahaan itu sendiri.
Meski sudah ada sistem pengolahan air limbah yang mumpuni, bukan berarti masyarakat dan industri berlepas tangan. Peran mereka tetap dibutuhkan untuk meminimalkan kotoran yang masuk ke dalam saluran air limbah. Minyak, minyak bekas menggoreng, cat sisa, makanan sisa, dan obat-obatan adalah termasuk yang tidak boleh dibuang ke saluran air karena bisa menyumbat dan menghambat pemurnian.
Teknologi pengolahan air limbah di Belanda
Bersama dengan Austria dan Jerman, Belanda termasuk ke dalam tiga negara Uni Eropa dengan standar ketat soal pengolahan air limbah perkotaan. Air yang dilepaskan kembali ke lingkungan, seperti untuk keperluan pertanian, sudah melalui standar keamanan terpercaya, terutama mengenai kandungan fosfat dan nitrogen. Meski teknologi pengolahan air limbah di Belanda sudah maju (dengan teknik anaerob), penelitian untuk menemukan teknik pengolahan yang lebih efektif terus berkembang.
Setidaknya ada dua teknologi baru untuk mengolah air limbah secara aerob:
1. Menggunakan mikroorganisme baru, disebut dengan bakteri annamox, yang mengubah amonium menjadi nitrogen. Proses Annamox dikembangkan oleh Delft University of Technology dan dipasarkan oleh perusahaan teknologi air Paques. Pabrik pengolahan air limbah annamox pertama berada di Dokhaven, Rotterdam.
2. Dengan proses Nereda yang juga dikembangkan oleh Delft University of Technology dan dipasarkan oleh Royal HaskoningDHV. Nereda adalah teknologi pemurnian lumpur sehingga menghasilkan granula/butiran, alih-alih serpihan seperti proses pemurnian pada umumnya. Akibatnya lumpur lebih cepat dan lebih mudah mengendap. Teknologi ini meningkatkan efisiensi pemurnian, membutuhkan tempat yang lebih kecil (tangki pengendapan besar tidak diperlukan lagi), dan mengonsumsi energi yang relatif lebih kecil. Pabrik Nereda pertama beroperasi di wwtp Epe sejak 2012.
Material baru dari lumpur
Namanya Kaumera. Terdengar unik dan eksotis, ya? Kaumera berarti bunglon dalam bahasa Maori, suku asli Selandia Baru. Kemampuannya untuk berubah warna dan beradaptasi terhadap lingkungan menjadikannya hewan yang fleksibel, efektif, dan adaptif.
Sifat-sifat inilah yang kemudian menginspirasi nama Kaumera Nereda® Gum untuk menyebut bahan mentah baru berbasis biomaterial yang diambil dari butiran lumpur yang terbentuk saat proses pemurnian Nereda. Dengan mengambil Kaumera dari lumpur yang telah dimurnikan, lumpur yang harus dibuang dan diproses bisa dikurangi hingga 20-35%. Tentu hal ini akan berdampak positif pada konsumsi energi dan emisi CO₂.
Kaumera bisa menahan air, tetapi juga melepaskannya. Aplikasinya luas antara lain di bidang pertanian, yakni untuk mengurangi pencucian pupuk sehingga penyerapan oleh tanaman menjadi lebih baik. Di industri beton, Kaumera juga bisa digunakan untuk melapisi lantai beton karena sifat antiair tersebut. Jika dikombinasikan dengan bahan mentah lain, sifat Kaumera akan berubah. Kaumera adalah penguat dan penghubung antarbahan, misalnya sebagai bagian dari biokomposit ringan.
Selain Kaumera, ada juga teknologi Cellcap untuk memulihkan selulosa dari air limbah. Keduanya adalah contoh hasil inovasi teknologi untuk memanfaatkan air limbah. Dengan semangat ekonomi sirkular, pabrik pengolahan air limbah dilihat sebagai "pabrik" penghasil air bersih, energi terbarukan, dan sumber bahan mentah yang bernilai. Air limbah tidak sebatas diolah untuk mengurangi pencemaran lingkungan, tetapi ada nilai tambah yang bisa diambil.
Berbagai usaha telah, sedang, dan akan dilakukan demi mewujudkan bumi yang lebih bersih dan berkesinambungan. Mari berperan serta dengan menghasilkan limbah sesedikit mungkin. Di saat yang sama kita berupaya menghasilkan energi terbarukan dan bahan mentah yang dapat digunakan kembali sebanyak mungkin.
Monday, June 14, 2021
Pilah Dulu, Baru Buang
Jika nasib sampah sedotan plastik tidak jelas rimbanya (baca Kurangi Pakai Sedotan Plastik, Yuk!), ke manakah sedotan kertas dibuang?
Perkenalan pertama saya dengan pengelompokkan sampah bermula semasa kuliah sarjana. Waktu itu ada dua macam tempat sampah berdampingan: sampah kering dan sampah basah. Sayangnya sebagai mahasiswa tidak ada sosialisasi yang saya dapatkan mengenai hal ini. Bahkan seingat saya tidak ada keterangan apa-apa di tempat sampah tentang maksud “basah” dan “kering”.
Ketidak jelasan tersebut diperparah dengan sistem pengelolaan sampah yang belum tertata. Tidak jauh-jauh bahkan di tahap pengumpulan, petugas kebersihan mencampur kembali sampah basah dan kering di mobil bak terbuka. Selain kesal, saya kemudian menjadi skeptis soal pemilahan sampah, baik di kampus maupun secara umum.
Pengalaman hidup di Jepang saat kuliah magister membuka mata sekaligus menempa saya soal persampahan. Bagaimana Jepang mengelola sampah mulai dari hulu, yakni rumah tangga. Setiap rumah wajib mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah kota mengenai jenis sampah yang harus dipilah, cara memilah, dan hari pengambilan sampah. Kalau kita salah, bisa-bisa sampah kita tidak diangkut dan ditempeli stiker. Yang lebih naas, di musim panas sampah dapur yang tidak terangkut adalah mangsa empuk bagi burung gagak. Mereka akan mengais plastiknya sehingga sampah tercecer di mana-mana dan mengotori jalan.
Di Belanda, sampah juga dipilah berdasarkan jenisnya. Meski penerapannya berbeda-beda tergantung kebijakan setiap daerah, secara umum ada enam kategori untuk sampah yang dibuang sehari-hari: 1) organik (GFE); 2) kertas; 3) plastik, metal, dan kemasan minuman (PMD); 4) gelas; 5) residu/umum; 6) tekstil. Masing-masing memiliki penjelasan sendiri tentang contoh-contoh sampah yang bisa masuk, misalnya untuk sampah organik. Kita bisa membuang antara lain daun-daunan, sisa sayuran, buah, daging dan tulang, ikan dan tulang ikan, sisa makanan, juga sedotan kertas yang saya maksud di atas. Yang dilarang untuk dibuang ke sini di antaranya rambut kucing dan anjing, kantong teh, puntung rokok, kayu dan dahan yang tebal/besar. Sampah GFE akan diolah menjadi kompos. Karena itu kita harus menggunakan kantong sampah khusus yang mudah terurai.
![]() |
Deretan tempat sampah (kiri atas: kertas, gelas, umum, PMD; kiri bawah: tekstil, kanan: GFE) |
![]() |
Kantong sampah khusus sampah organik |
Perilaku pemilahan sampah dan penggunaan kembali akan mengurangi sampah yang sebenarnya tidak perlu untuk masuk ke insinerator. Sampah hasil pemilahan lalu bisa didaur ulang dan digunakan sebagai bahan mentah untuk membuat produk baru. Dengan begini persediaan bahan mentah yang langka terjaga, beban lingkungan berkurang, dan jumlah sampah umum menurun.
Yang menarik adalah selain sudut pandang ideologis, yakni menjaga kelestarian lingkungan--proses insinerasi melepas CO₂ ke udara--, pemilahan sampah akan berakibat pada berkurangnya biaya insinerasi dan pajak insinerasi untuk sampah umum. Pemerintah juga mendapat pemasukan dari berbagai sumber, seperti kertas, PMD, gelas, dan tekstil.
Untuk mencapai tujuan tersebut, kerja sama semua pihak sangat dibutuhkan. Pemerintah kota Schiedam, tempat saya tinggal, sampai membuat proyek khusus bernama Afval the Challenge (Tantangan Sampah) untuk menekan volume sampah umum per kapita per tahun. Melalui proyek ini volume sampah umum turun 214 kg pada tahun 2017 menjadi 180 kg pada tahun 2018. Keberhasilan proyek tentu tidak lepas dari kesadaran masyarakat tentang pengurangan dan pemilahan sampah.
Lalu, apakah semuanya sempurna? Oh, tentu tidak. Justru di titik kesadaran masyarakatlah, pemilahan sampah di Belanda (setidaknya di Schiedam) mengalami masalah. Bukan sekali dua kali saya melihat sampah berceceran di sekitar tempat sampah umum di pinggir jalan. Kadang sampah terbawa angin dan mendarat jauh dari tempat asal. Saat membuang sampah umum, masih ada saja yang salah memasukkan, misal kardus bekas yang seharusnya masuk ke sampah kertas tersasar ke sampah umum.
![]() |
Sampah yang tercecer di sekitar tempat sampah |
![]() |
Sampah yang tercecer di jalan |
Membangun kesadaran untuk menjadi pribadi yang ramah lingkungan memang sebuah proses. Sesuai slogan "Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal kecil, mulai sekarang", mari kita ikut mengambil peran dalam mengurangi kerusakan lingkungan. Selain itu, jangan lupa untuk juga meneruskan semangat menjaga lingkungan kepada anak-anak kita agar menjadi upaya yang berkesinambungan!
![]() |
Mengajak anak saat membuang sampah sesuai jenisnya |
Monday, June 7, 2021
Kurangi Pakai Sedotan Plastik, Yuk!
Dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati setiap tanggal 5 Juni, dalam empat post mendatang saya akan bercerita tentang hal-hal terkait lingkungan hidup yang saya temui di Belanda. Walau termasuk negara maju, bukan berarti bebas masalah, lo. Penasaran? Ikuti terus cerita saya, ya!
Beberapa waktu lalu, saya menemukan sesuatu yang berbeda pada kemasan minuman kotak/plastik ukuran kecil. Biasanya saya membeli kemasan besar 1 liter dengan alasan lebih hemat, juga mengurangi sampah. Berkat bingkisan Ramadan anak-anak, saya baru tahu bahwa sedotan plastik yang menyertainya sudah berganti menjadi sedotan kertas. "Wow! Terobosan besar," pikir saya.
![]() |
Sedotan kertas untuk setiap kotak minuman |
Bicara mengenai data, setidaknya 23.5 miliar sedotan plastik digunakan di Eropa setiap tahun dengan Inggris sebagai pengguna terbanyak. Di AS angkanya adalah 500 juta sedotan setiap hari atau rata-rata 1.6 sedotan untuk setiap penduduk. Secara global, sampah sedotan plastik di seluruh pantai dunia mencapai 8,3 miliar di tahun 2017.
![]() |
Angka penggunaan sedotan di negara-negara Uni Eropa (data tahun 2018) |
Masalah lingkungan akibat sedotan plastik
Lantas, mengapa sedotan plastik menjadi salah satu masalah lingkungan hidup yang disorot? Bukankah dia bisa didaur ulang?
Itu adalah anggapan saya dulu sebagai orang awam. Saya selalu memasukkannya ke tempat sampah khusus plastik di rumah, yang nantinya akan saya buang ke penampungan sampah plastik untuk didaur ulang. Ternyata saya salah.
Meskipun terbuat dari plastik (polipropilen), sedotan plastik biasanya tidak terangkut atau tidak lolos mesin penyortir karena terlalu ringan, terlalu kecil, dan mudah bengkok. Malah bisa jatuh ke celah mesin atau tersangkut di dalamnya. Akibatnya dia tidak ikut didaur ulang dan akan berakhir menumpuk di TPA.
Tidak jarang sedotan plastik akan terbawa angin atau aliran sungai, berakhir di laut dan mengancam kehidupan satwa laut. Kalau kamu pernah mendengar kasus sedotan plastik yang tersangkut di hidung penyu, itu adalah contohnya. Selain itu, material plastik lama-kelamaan akan terurai menjadi mikroplastik yang mencemari laut. Polutan berbahaya ini akan terserap ke dalam tubuh satwa laut dan melalui rantai makanan, dia akan terakumulasi di dalam tubuh ikan besar. Bisa jadi kitalah yang pada akhirnya akan menyantapnya.
Aksi mengurangi penggunaan sedotan plastik
Dengan kesadaran ini, kampanye tentang pengurangan penggunaan sedotan plastik semakin bergaung. Efektif mulai 3 Juli 2021, Belanda akan melarang penjualan produk plastik sekali pakai, termasuk sedotan. Sebelumnya, McDonald's Belanda menarik sedotan (dan tutup) plastik dari restorannya per pertengahan Oktober 2020.
Kesadaran akan bahaya sedotan plastik bagi lingkungan juga mendorong orang untuk menemukan alternatifnya. Semakin lazim kita temukan sedotan berbahan nonplastik, mulai dari yang bisa dipakai ulang, seperti stainless, silikon, kaca, dan bambu, ataupun dari yang lebih ramah lingkungan, yakni kertas dan pati jagung. Masing-masing memiliki nilai lebih dan kurangnya.
Meski demikian, sebagian orang bersikap skeptis tentang pelarangan sedotan plastik secara total. Kita juga harus memikirkan kaum disabilitas yang sangat terbantu dengan adanya sedotan plastik.
Mulai dari diri sendiri
Sebagai pihak yang memiliki pilihan terhadap penggunaan sedotan plastik, berikut adalah hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi sampahnya:
- Tidak memakai sedotan sama sekali. Ini adalah tindakan paling bijak menurut saya. Tidak ada yang salah dengan meminum langsung dari bibir gelas/botol, 'kan?
- Gunakan sedotan berbahan nonplastik.Jika kita memang membutuhkan sedotan untuk minum, ini menjadi pilihan. Ada baiknya kita selalu membawa sedotan pakai ulang di tas dan mencucinya setelah kembali ke rumah.
Nah, bagaimana jika keduanya tidak bisa kita lakukan? Ide sederhana yang muncul adalah dengan memasukkan sedotan plastik ke dalam wadah polipropilen lain yang lebih besar. Dengan begini, kita berharap dia akan ikut lolos saat penyortiran dan akhirnya bisa didaur ulang bersama plastik-plastik lain. Meski belum terbukti berhasil, setidaknya kita bisa melakukan itu daripada tidak berupaya sama sekali.
Karena ukurannya, sedotan plastik kerap luput dari perhatian kita. Ternyata secara akumulatif, dampak negatifnya bagi lingkungan tidak bisa dianggap remeh. Yuk, kita ikut menyelamatkan lingkungan dengan mengurangi penggunaan sedotan plastik. Sebab setiap langkah kecil kita bermakna!