Hari ke-13: Gula bernama Politik


Duh, gawat. Hari ini saya tidak punya ide apa-apa untuk dijadikan bahan tulisan. Boleh bolos lagi tak? :D

Ya sudah, berhubung sedang heboh berita tentang penangkapan Raffi Ahmad dan 16 orang lainnya karena dugaan pemakaian narkoba, mari bicara tentang itu saja, hoho..

Terlepas dari urusan kaitan obat terlarang dan artis, kehadiran Wanda Hamidah di tempat itu patut dipertanyakan. Di akun Twitternya, @pandji berasumsi bahwa penggerebekan itu pasti terkait dengan urusan persaingan politik. Terlebih karena Raffi Ahmad (katanya) sedang 'dilamar' untuk menjadi bakal caleg dari partai berlambang matahari. Irwansyah yang juga ikut ditangkap diisukan menjadi bakal caleg dari partai yang dipimpin Prabowo Subianto. Ada sosok hitam di balik bayangan sedang tertawa sambil berkata, "Welcome to politics, kids."

Meski kedua partai membantah isu tersebut, sungguh menarik bahwa di negeri ini kehidupan seperti berporos pada politik. Politik dihujani perhatian terus-menerus. Setiap ada isu, media akan membahasnya berhari-hari hingga menjadi topik hangat obrolan di warung kopi. Sampai-sampai masyarakat lupa bahwa urusan di negeri tidak hanya politik. Apa kabar pendidikan, pertanian, pertahanan, kesehatan, teknologi, olah raga, dan bidang lainnya? Memang benar, melalui politik berbagai undang-undang disusun untuk kepentingan bangsa. Tapi tidak perlu diberi perhatian seintensif itu kan? Atau mungkin karena politik di Indonesia memang sebegitu menariknya sehingga layak untuk dijadikan santapan utama media.   

Politik di negeri ini dijadikan kendaraan untuk meraih kekuasaan dan kekayaan. Partai politik memanfaatkan artis untuk memikat pemilih. Lagi-lagi demi kekuasaan dan ketenaran. Orang yang benar-benar berniat baik bekerja demi kesejahteraan masyarakat (termasuk beberapa orang artis) tertutupi oleh orang yang bertopeng baik. Maka dari itu tidak heran bila pihak berkepentingan sudah mulai kasak-kusuk untuk Pemilu 2014 yang masih satu tahun lagi. 

Padahal tidak ada yang salah dengan politik. (Lagi-lagi menurut Wikipedia) politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Politik itu netral; manusialah yang menjadikannya baik atau buruk. Sayangnya, di negeri ini citra politik terlanjur kotor karena ulah politisi korup yang lebih sering menjadi berita daripada kerja politisi jujur. 

Politik seyogyanya digunakan untuk mewujudkan kebaikan bersama, bukan untuk gontok-gontokan meraup pundi-pundi uang untuk mengisi kantong pribadi. Politik juga seharusnya tidak menjadi pusat pergerakan kehidupan bangsa ini. Akan lebih baik bila politik berdampingan dengan bidang lainnya. Dinamika yang terjadi dalam politik tidak perlu sampai mempengaruhi ekonomi, misalnya. 

Saya pernah bilang kepada daily supervisor saya dulu saat PM Jepang mundur, padahal baru beberapa bulan menjabat, "Kalau di Indonesia, presiden mundur di tengah masa jabatan seperti di sini, pasti rusuh." Selama 2.5 tahun di sana, saya mengalami dua kali pergantian perdana menteri (berarti tiga orang ya) dan hebatnya sama sekali tidak ada gejolak ekonomi. Masyarakat pun tenang seakan tidak terjadi apa-apa. Keramaian hanya terjadi di ibukota, lantas terhenti di layar kaca. 

Sistem politik Indonesia dan Jepang memang berbeda. Saya juga tidak membahas apakah situasi tersebut menunjukkan keapatisan masyarakat Jepang terhadap politik. Yang ingin saya tekankan adalah betapa politik bisa berada sejajar dengan bidang lain. Perhatian untuk politik tidak berlebihan dan mendominasi pembicaraan sehari-hari. Terlalu banyak masalah yang perlu diurus daripada hanya membahas soal politik.

Eh, kenapa saya menceracau soal politik begini? Padahal tadi mengaku tidak punya ide, hihi.. 

Mungkin inilah dampak dari dibukanya keran demokrasi penanda masa reformasi. Euforia politik. Ah, jangan-jangan karena pengagungan demokrasi sebagai sistem politiklah yang menempatkan politik sedemikian utamanya seperti sekarang. Media pun punya andil dalam hal ini. 

Kalau berdasarkan umur manusia sih, demokrasi Indonesia masih di awal masa remaja. Sedang unyu-unyunya. Semoga kelak benar-benar tumbuh dewasa. Jangan sampai jadi remaja abadi. Gawat nanti. 


Sumber:

Post a Comment

0 Comments