Tidak Sekadar Bisa Matematika


Siapa yang sewaktu kecil dulu menghafal perkalian dengan bantuan poster tabel perkalian yang ditempel di dinding? Tos dulu, ah. Saya merasa dulu menghafal tanpa mengerti konsepnya. Tidak ada yang benar-benar mengajarkan perbedaan 1x3 dan 3x1. Yang penting hasilnya sama: 3. Apa jadinya jika kita meminum tiga butir obat dalam sekali telan, padahal aturan di kemasannya ialah satu butir, tiga kali sehari? Bisa-bisa kita kelebihan dosis. Gawat, kan? 

Begitu juga untuk pembagian sederhana, pokoknya hafalkan dulu. Setelah hafal, barulah kita belajar cara pembagian menggunakan kurung. Deretan angka kita tuliskan sampai bertingkat-tingkat--tidak mau kalah dengan perkalian puluhan atau ratusan yang juga berlapis tersusun ke bawah. 

Apakah ada yang salah dengan pembelajaran matematika dasar kita dulu? Di sekolah kita terlalu terpaku dengan angka-angka, soal, dan cara penyelesaiannya seperti yang ada di buku teks. Semuanya ada di atas kertas, bukan di dunia nyata. Jangan heran kita bingung saat melihat resep dalam cc sedangkan skala gelas ukur kita dalam ml. Seberapa banyak kita harus menuang? 

Saya tidak mengetahui seperti apa pengajaran matematika dasar sekarang ini. Semoga saja sudah lebih baik, alias nyata diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimanapun apa fungsinya mengerti penyelesaian soal matematika kalau tidak berguna untuk memecahkan masalah praktis dalam konteks kehidupan sehari-hari? Bukankah itu yang dimaksud dengan literasi numerasi? 

Menurut Gerakan Literasi Nasional yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017, literasi numerasi adalah bagian dari matematika. Karena sifatnya yang praktis, literasi numerasi juga mencakup bidang lain di luar mata pelajaran matematika. Sebagai contoh, literasi numerasi diterapkan untuk membuat grafik perubahan suhu saat pemanasan air di mata pelajaran IPA, diagram kue profil demografi penduduk di mata pelajaran IPS, atau tabel pemasukan dan pengeluaran di mata pelajaran ekonomi. Semuanya tentu membutuhkan dasar matematika. Karena itu, seharusnya siswa tidak lagi menganggap pelajaran matematika sebagai momok. Wong, untuk menghitung uang saja perlu kemampuan matematika.  

Jika kita melihat hasil penilaian Programme of International Student Assessment (PISA) 2018 untuk kemampuan matematika siswa di pendidikan menengah, Indonesia menempati urutan 72 dari 78 negara. Skornya rendah sekali, yakni 379, di bawah rata-rata 489. Yang lebih menyedihkan, skor tersebut hampir sama dengan skor yang diperoleh 18 tahun sebelumnya. Artinya, dalam kurun waktu hampir 20 tahun--catat, 20 tahun!--tidak ada peningkatan berarti perihal kemampuan matematika. Bagaimana dengan kemampuan baca tulis dan sains? Sami mawon alias sama saja. Wajar karena ketiganya membutuhkan logika berpikir yang baik dan nalar yang terasah.

Dengan literasi numerasi--juga berlaku untuk literasi di bidang lain--yang baik, kualitas hidup seseorang akan meningkat. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebutkan kemampuan numeral yang bagus melindungi seseorang dari pengangguran, penghasilan rendah, dan kesehatan buruk. Bagaimana tidak? Mulai dari kehidupan sehari-hari di rumah ataupun di pekerjaan, hingga kehidupan bermasyarakat dan bernegara membutuhkan literasi numerasi. Ibaratnya, mulai dari urusan dapur hingga urusan pemilu terkait dengan kemampuan numeral. Belum lagi yang beken saat pandemi: data berupa grafik pasien positif dan meninggal karena Covid-19. Sekarang kita bisa berasumsi bahwa orang yang masih abai dengan Covid-19 itu mungkin adalah termasuk yang berkemampuan numeral rendah!

Melalui tulisan ini saya mengajak pembaca sekalian untuk bersama mendukung Gerakan Literasi Nasional. Berbicara dari sudut pandang orang tua, upaya kita dapat berupa penyediaan bahan bacaan terkait kemampuan numeral. Jangan hanya dipajang, tetapi juga dibaca, ya! Selain itu kita dapat mulai memasukkan unsur literasi numerasi selama membersamai anak. Banyak hal yang bisa dilakukan, misal berhitung sederhana untuk anak usia dini, menimbang dan mengukur bahan masakan, membandingkan berat dan panjang benda, memperkirakan jarak tempuh, dll. 

Semoga dengan menyemai literasi numerasi dan literasi lainnya sejak kecil, anak-anak kita menjadi generasi masa depan Indonesia yang gemilang. Bisa jadi mereka menjadi penyumbang skor tinggi dalam tes PISA kelak. Mungkin saja, kan? 


Sumber:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Materi Pendukung Literasi Numerasi, Gerakan Literasi Nasional, diakses tanggal 12 September 2021.


Post a Comment

0 Comments