Paslon pilihan saya–sayangnya–bukan yang teratas, hahaha. Sempat kecewa sih, tapi ya itulah kompetisi. Pasti ada yang menang dan kalah. Yang penting cara mencapai kemenangan itu tetap jujur. Kalau curang, pasti nanti kekuasaan yang diperoleh tidak berkah. Sesuatu yang dimulai dengan keburukan, akan diikuti oleh keburukan-keburukan berikutnya.
Kalau begini, yang jadi korban ya rakyat jelata seperti kita ini, Mah. Siapa lagi yang paling kena imbas dari kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat selain rakyat itu sendiri? Yang masih bergantung pada gaji bulanan atau orderan, maupun yang putar otak untuk menggaji karyawan, sama-sama pusing.
Sebenarnya kalau dari segi potensi membawa Indonesia maju dan sejahtera, posisi pemimpin sangat ideal. Leader has power in his hand. It's up to him whether to use it for good or for evil, for the sake of people or for his family and allies only.
Kita bisa lihat dengan gamblang, gimana carut marutnya kondisi Indonesia menjelang Pemilu ini. Penyalahgunaan kekuasaan terjadi di mana-mana, tapi rakyat bisa apa? Banyak juga yang tidak peduli, bahkan menutup mata, telinga, dan hati nurani asalkan perut dan pundi-pundi terisi.
Belum lagi kalkulasi utang negara yang harus ditanggung oleh setiap individu di negara ini. Hih, yang di atas yang berutang, kita yang harus bayar. Dari mana uangnya? Ya, dari pajak, laaah. Makanya siapkan hati dari sekarang supaya nanti jantung tidak ketar-ketir, hehehe.
Saya berusaha optimis–selalu ada cahaya di ujung terowongan. Setiap Pemilu saya berpikir, wah, sebentar lagi Indonesia akan melihat setitik cahaya di kejauhan. Sayangnya 20 tahun kemudian, cahayanya tak kunjung kelihatan alias masih gelaaap.
Namun, untuk Pemilu kali ini saya tidak menyesal berada di barisan yang menurut saya paling mendekati bayangan pemimpin terbaik untuk negeri ini. Tidak patut ada penyesalan saat kita yakin sudah mendukung yang paling sedikit peluang keburukannya. Semoga Allah Swt. meridhoi. Aamiin.
Makanya, harapan saya yang paling dasar terhadap pemimpin Indonesia adalah memiliki empat sifat nabi berikut:
Dalam H.R. Bukhari dan Muslim beliau bersabda, “Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke neraka. Dan jika seseorang senantia berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.”
Pemimpin yang jujur tidak akan berbohong pada rakyat. Otomatis dia akan jauh dari pencitraanmasuk gorong-gorong atau bagi-bagi bansos. #pepetterus
Dia harus pula memiliki kredibilitas dan integritas yang mumpuni. Jangan sampai sekarang bilang begini, eh dua bulan lagi bilang begitu. Jangan pula sekarang melarang ini, eh belakangan malah menjilat ludah sendiri. #ehm
Kalau begini, yang jadi korban ya rakyat jelata seperti kita ini, Mah. Siapa lagi yang paling kena imbas dari kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat selain rakyat itu sendiri? Yang masih bergantung pada gaji bulanan atau orderan, maupun yang putar otak untuk menggaji karyawan, sama-sama pusing.
Sebenarnya kalau dari segi potensi membawa Indonesia maju dan sejahtera, posisi pemimpin sangat ideal. Leader has power in his hand. It's up to him whether to use it for good or for evil, for the sake of people or for his family and allies only.
Kita bisa lihat dengan gamblang, gimana carut marutnya kondisi Indonesia menjelang Pemilu ini. Penyalahgunaan kekuasaan terjadi di mana-mana, tapi rakyat bisa apa? Banyak juga yang tidak peduli, bahkan menutup mata, telinga, dan hati nurani asalkan perut dan pundi-pundi terisi.
Belum lagi kalkulasi utang negara yang harus ditanggung oleh setiap individu di negara ini. Hih, yang di atas yang berutang, kita yang harus bayar. Dari mana uangnya? Ya, dari pajak, laaah. Makanya siapkan hati dari sekarang supaya nanti jantung tidak ketar-ketir, hehehe.
Golput, No Way
Kalau dirunut mulai dari pertama kali punya hak pilih pada 2004, alhamdulillah saya belum pernah golput dan tidak pernah berpikir untuk golput. Kenapa? Mungkin karena harapan akan sosok pemimpin yang mengayomi rakyat tetap menyala dalam hati. #ihiyKelingking ungu kebanggaan |
Saya berusaha optimis–selalu ada cahaya di ujung terowongan. Setiap Pemilu saya berpikir, wah, sebentar lagi Indonesia akan melihat setitik cahaya di kejauhan. Sayangnya 20 tahun kemudian, cahayanya tak kunjung kelihatan alias masih gelaaap.
Namun, untuk Pemilu kali ini saya tidak menyesal berada di barisan yang menurut saya paling mendekati bayangan pemimpin terbaik untuk negeri ini. Tidak patut ada penyesalan saat kita yakin sudah mendukung yang paling sedikit peluang keburukannya. Semoga Allah Swt. meridhoi. Aamiin.
Kriteria Pemimpin
Bagi umat Islam, tidak ada lagi tolok ukur paling tinggi untuk seorang pemimpin selain Nabi Muhammad saw. Kepemimpinan beliau tidak hanya diapresiasi dan diakui oleh muslim, tetapi juga oleh ilmuwan nonmuslim. Sampai-sampai beliau dinobatkan sebagai peringkat pertama dalam daftar 100 tokoh paling berpengaruh dalam sejarah.Makanya, harapan saya yang paling dasar terhadap pemimpin Indonesia adalah memiliki empat sifat nabi berikut:
1. Shidiq (jujur)
Sifat ini membuat Nabi Muhammad terkenal bahkan sebelum diangkat menjadi nabi. Saking jujurnya beliau mendapat gelar “Al-Amin” (yang dipercaya).Dalam H.R. Bukhari dan Muslim beliau bersabda, “Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke neraka. Dan jika seseorang senantia berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.”
Pemimpin yang jujur tidak akan berbohong pada rakyat. Otomatis dia akan jauh dari pencitraan
2. Amanah (mampu menjaga dan menjalankan kepercayaan yang sudah diberikan rakyat)
Pemimpin yang amanah tidak akan mengkhianati rakyat. Setiap keputusan yang diambil adalah untuk kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa, bukan demi keuntungan pribadi, keluarga, atau sekelompok orang saja. Pemimpin, kan, sebenarnya adalah pelayan rakyat, lo.Dia harus pula memiliki kredibilitas dan integritas yang mumpuni. Jangan sampai sekarang bilang begini, eh dua bulan lagi bilang begitu. Jangan pula sekarang melarang ini, eh belakangan malah menjilat ludah sendiri. #ehm
3. Tabligh (menyampaikan kebenaran dan berani mengungkapkan keburukan)
Pemimpin harus memiliki keberanian tingkat tinggi untuk menyuarakan kebenaran dengan segala resikonya. Bukan tidak mungkin sifat ini akan membuatnya tidak disukai pihak-pihak yang dirugikan--bahkan mungkin jadi target pembunuhan!Namun, dengan bersikap terbuka, juga bersedia menerima kritik dari masyarakat, akan banyak kebaikan yang hadir. Musuh pun (yang terang-terangan, maupun yang dalam selimut) akan gentar bila menghadapi pemimpin model begini.
4. Fathonah (cerdas)
Kecerdasan adalah hal mutlak bagi seorang pemimpin. Dia juga harus mampu melihat, menguasai, dan mengatasi masalah dengan baik dan bijak. Selain itu, pandangannya harus jauh ke depan. Ibarat sebuah kapal, pemimpin adalah nakhkoda yang akan menentukan arah berlayar kapal tersebut.
Dalam mengambil keputusan dia selalu berlandaskan pada ilmu. Dia tidak segan-segan berdiskusi dengan para ahli sesuai bidangnya sehingga keputusan yang diambil tepat sasaran. Pemimpin cerdas mampu menempatkan orang-orang terbaik di posisi yang sesuai dengan kompetensinya. The right man on the right place.
Penutup
Bagi saya, visi misi saat kampanye itu penting. Namun, yang lebih penting adalah karakter pemimpin tersebut. Dari mana bisa tahu? Terutama dari rekam jejak dan testimoni masyarakat yang pernah bersinggungan langsung. Di samping itu, juga gestur, body language, substansi dan gaya bicara saat pidato, dan interaksi dengan lawan bicara.
Oh iya, satu lagi. Relasinya dengan keluarga dan tetangga. Masa mau memilih pemimpin yang tidak akur dengan keluarga atau jadi bahan gunjingan oleh warga sekitar? They show his truly daily nature.
Kalau dibilang saya memilih bukan dengan logika, tapi dengan hati, mungkin ada benarnya. Semoga saja hati saya masih jernih untuk melihat putih di antara serakan warna lainnya.
*****
Tulisan ini dibuat untuk Tantangan Mamah Gajah Ngeblog Februari 2024
2 Comments
Suka deh opininya teh Mutiara. #pepetterus ... sepertinya pilihan kita sama nih. Sejatinya pemimpin memang harus berkarakter utama itu ya Teh. Lah kalau melanggar etika ... Trus baper dan playing victim duh... Semoga Indonesia bisa kembali bermartabat dan dikaruniai pemimpin yang amanah, jujur, dan adil, aamiin ...
ReplyDeleteBener juga ya Mut, memilih dengan hati dan rasa.
ReplyDelete